Djawanews.com – Minggu (19/7/2020) pukul 09.17 WIB, penyair Sapardi Djoko Damono menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan di usia 80 tahun.
Tak terhitung jumlah sajak yang dihasilkan Sapardi Djoko Damono. Yang populer ada bejibun jumlahnya, namun tidak sedikit pula yang memiliki kualitas jempolan namun jarang dibicarakan.
Empat di antaranya, Djawanews rangkum berikut ini:
Ajaran Hidup (1992)
Hidup telah mendidikmu dengan keras
agar bersikap sopan –
misalnya buru-buru melepaskan topi
atau sejenak menundukkan kepala –
jika ada jenazah lewat
Hidup juga telah mengajarmu merapikan
rambutmu yang sudah memutih,
membetulkan letak kaca matamu,
dan menggumamkan beberapa larik doa
jika ada jenazah lewat
Agar masih dianggap menghormati
lambang kekalahannya sendiri.
Dongeng Marsinah (1993-1996), potongan sajak
/1/
Marsinah buruh pabrik arloji,
mengurus presisi:
merakit jarum, sekrup, dan roda gigi;
waktu memang tak pernah kompromi,
ia sangat cermat dan pasti.
Marsinah itu arloji sejati,
tak lelah berdetak
memintal kefanaan
yang abadi:
“kami ini tak banyak kehendak,
sekedar hidup layak,
sebutir nasi.”
/2/
Marsinah, kita tahu, tak bersenjata,
ia hanya suka merebus kata
sampai mendidih,
lalu meluap ke mana-mana.
“Ia suka berpikir,” kata Siapa,
“itu sangat berbahaya.”
Marsinah tak ingin menyulut api,
ia hanya memutar jarum arloji
agar sesuai dengan matahari.
“Ia tahu hakikat waktu,” kata Siapa,
“dan harus dikembalikan
ke asalnya, debu.”
/3/
Di hari baik bulan baik,
Marsinah dijemput di rumah tumpangan
untuk suatu perhelatan.
Ia diantar ke rumah Siapa,
ia disekap di ruang pengap,
ia diikat ke kursi;
mereka kira waktu bisa disumpal
agar lenkingan detiknya
tidak kedengaran lagi.
Ia tidak diberi air,
ia tidak diberi nasi;
detik pun gerah
berloncatan ke sana ke mari.
Dalam perhelatan itu,
kepalanya ditetak,
selangkangnya diacak-acak,
dan tubuhnya dibirulebamkan
dengan besi batangan.
Detik pun tergeletak
Marsinah pun abadi.
/6/
Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini;
dirabanya denyut nadi kita,
dan diingatkannya
agar belajar memahami
hakikat presisi.
Kita tatap wajahnya
setiap hari pergi dan pulang kerja,
kita rasakan detak-detiknya
di setiap getaran kata.
Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini.
Dalam setiap diri kita
Dalam setiap diri kita, berjaga-jaga
segerombolan serigala.
Di ujung kampung, lerat pengeras suara,
para kyai menanyai setiap selokan,
setiap lubang di tengah jalan,
dan setiap tikungan;
para pendeta menghardik setiap pagar,
setiap pintu yang terbuka,
dan setiap pekarangan.
Gamelan jadi langka. Di keramaian kota
kita mencari burung-burung
yang diusir dari perbukitan
dan suka bertengger sepanjang kabel listrik,
yang mendadak lenyap begitu saja
sejak sering terdengar
suara senapan angin orang-orang berseragam itu.
Entah kena sawan apa, rombongan sulap itu
membakar kota sebagai permainannya.
Ayat-ayat Api, potongan sajak (1998-1999)
/10/
Sore itu akhirnya ia berubah juga
menjadi abu sepenuhnya
sebelum sempat menyadari
bahwa ternyata ada saat untuk istirahat
Di antara gundukan-gundukan
yang sulit dipilah-pilahkan
ah , untuk apa pula
toh segera diterbangkan angin selagi hangat
Untuk mengetahui perkembangan dunia entertainment dan lifestyle terkini, ikuti terus rubrik Lifestyle di Djawanews.