Djawanews.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memusnahkan 11 jenis komoditas barang impor ilegal senilai Rp9,3 miliar. Pemusnahan barang sitaan tersebut dilakukan di pergudangan kawasan Citeureup, Bogor, dan dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan.
Zulhas menyebut barang yang dimusnahkan merupakan hasil pengawasan post-border oleh Balai Pengawasan Tertib Niaga Bekasi periode Januari-Februari 2024 yang tidak memenuhi standar dan aturan pemerintah.
"Total Rp9,3 miliar," ujar Zulhas seperti dikutip dari Antara.
Zulhas mengatakan pemusnahan tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dari produk-produk yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain itu, barang-barang impor tidak sesuai aturan tersebut dinilai dapat mengganggu industri dalam negeri.
"Kita memang konsen melindungi konsumen agar tidak dirugikan oleh barang-barang yang tidak tepat, tidak memenuhi syarat dan kedua, tentu melindungi industri dalam negeri," katanya.
- Lagi! Pengakuan Mantan Kabareskrim: Dana Tambang Ilegal Mengalir ke Polisi, dari Bawahan hingga Perwira Dapat
- Kunci yang Hilang: Keberadaan Ismail Bolong Penting untuk Ungkap Kasus Tambang Ilegal dan Kaitan dengan Ferdy Sambo Vs Kabareskrim
- Respon Gibran Rakabuming soal Keluhan Tambang Pasir Ilegal di Klaten: Bupati Juga Ngeluh, Backingannya Ngeri
Adapun 11 jenis produk yang dimusnahkan yakni elektronik (Thailand); bubuk cabai dan pasta cabai (China); bubuk cokelat (Malaysia); kecap (Singapura); saus sambar (Thailand); cokelat cair (Malaysia); produk kehutanan (Jepang); produk tertentu elektronik (China); modul fotovoltaik silikon kristalin atau solar panel (China); konsentrat jus apel (India dan China); dan kaca lembaran (China).
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Moga Simatupang mengatakan pemusnahan barang impor tidak sesuai aturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 Tahun 2020 tentang pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor setelah melewati kawasan pabean.
"Adapun pelanggarannya tidak dilengkapi oleh ketentuan lartas (larangan terbatas) seperti laporan Surveyor, persetujuan impor, ada juga yang tidak memiliki nomor pokok pendaftaran barang," kata Moga.