Djawanews.com - Pandemi Covid-19 membuat perekonomian banyak negara di dunia terpukul. Tak terkecuali Indonesia yang mengalami dampak pembengkakan utang.
Baru-baru ini, jumlah utang Indonesia pun muncul ke publik. Hingga akhir Desember 2020 lalu, Indonsia tercatat memiliki utang sebesar Rp6.074 triliun.
Angka itu setara dengan 38,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Kompas.com menyebut besaran utang Indonesia itu didapatkan berdasarkan laporan APBN KiTa. Dibandingkan dengan 2019 lalu, nilai utang Indonesia meningkat hingga Rp1.296 triliun, atau sekitar 27,1%.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa Indonesia diperkirakan belum bisa melunasi utangnya. Bahkan hingga 2050 mendatang.
Menurutnya, ada utang yang akan jatuh tempo pada 2050 nanti. Termasuk global bond yang diterbitkan tahun lalu. Namun, ketika jatuh tempo, utang akan dibayar dengan penerbitan utang baru. Sehingga Indonesia tak mungkin melunasi utang tersebut.
"Tidak ada kosa kata untuk utang lunas, karena ketika jatuh tempo akan dibayar dengan penerbitan utang baru," kata Bhima kepada Kompas.com.
Selain itu, model APBN yang kian defisit juga menyulitkan Indonesia untuk bisa keluar dari ketergantungan utang. Kondisi ini membuat khawatir akan terjadinya debt overhang atau overhang utang.
Kondisi tersebut terjadi ketika utang semakin berat sehingga membuat ekonomi sulit untuk tumbuh tinggi.
"Karena tiap tahun bunga utang menyita 19 persen dari pendapatan negara, maka uang yang harusnya dibuat untuk belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan pembangunan akan terbagi untuk membiayai pembayaran bunga utang dan cicilan pokok," ujar Bhima.
Bhima menilai, sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7-10% dan lepas dari middle income trap. Ia menjelaskan, langkah terbaik yang harus dilakukan adalah mengendalikan belanja pemerintah agar utang ikut terkendali.
Menurut dia, belanja yang sifatnya boros dan hanya menggemukkan birokrasi harus dipangkas. Contohnya belanja pegawai dan belanja barang.
"Belanja infrastruktur yang tidak urgen juga bisa dipotong. Selain itu, belanja yang celah korupsinya tinggi memang harus ditertibkan," kata Bhima.
Jika pemerintah bisa disiplin, beban pembayaran kewajiban utang jelas bisa ditekan.
Untuk mengetahui ragam perkembangan peristiwa regional, nasional dan mancanegara terupdate, ikuti terus rubrik Berita Hari ini di warta harian Djawanews. Selain itu, untuk mendapatkan update lebih cepat, ikuti juga akun Instagram @djawanews.