Djawanews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah isu pemerintah memecah besaran utang agar terlihat tidak memiliki utang besar. Pasalnya, penarikan utang untuk menutup defisit anggaran mengikuti mekanisme yang sudah diatur dalam UU APBN tahun berjalan.
Berkaitan dengan hal itu, pemerintah harus mematuhi UU tersebut mengingat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu melakukan audit di akhir tahun.
Begitu juga dengan penyusunan APBN, harus dilakukan bersama oleh pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui sejumlah pertemuan yang memakan waktu berbulan-bulan.
"Kalau kita berutang itu dilakukan dalam mekanisme APBN. Kalau ditanya apa benar utang dipecah supaya enggak kelihatan? APBN itu kita susun bersama. Jadi enggak mungkin saya sembunyikan (utang) ke kiri dan ke kanan. Kalau ada yang bisa nyembunyiin (utang), ya tukang sulap," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI, Senin 24 Januari.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan, besaran penarikan utang dalam APBN sudah didiskusikan terlebih dahulu. Dalam penyusunan APBN misalnya, pihaknya memasukkan asumsi dasar makro dalam KEM PPKF yang didiskusikan dengan Bappenas dan Bank Indonesia.
Dengan asumsi dasar makro dan target-target pembangunan, pemerintah kemudian mendiskusikan target-target pendapatan dan belanja negara, serta besaran utang untuk menutup defisit.
"Kami sampaikan kira-kira tahun depan sekian, suku bunga sekian, dan pembangunan maunya sekian. Kita bahas dengan DPD, kemudian dikasih komentar. DPR juga kasih komentar. Kesimpulannya saya tulis lagi buat dibawa ke kabinet, kemudian Pak Presiden menulis nota keuangan. Jadi enggak mungkin saya sembunyikan (utang)," jelasnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menegaskan bahwa penarikan utang dilakukan secara terencana sesuai dengan target dalam UU. Besarannya pun selalu diberi tahu secara transparan oleh Bank Indonesia, baik utang luar negeri (ULN) pemerintah maupun ULN swasta.
"Utang pemerintah itu tiap tahun dikasih tahu berapa jumlahnya, kalau defisit sekian berarti akan ngutang segini. Saya sudah ngomong. Begitu (menarik utang, dibilang), 'Sri Mulyani suka nambah utang sekian'. Kayaknya saya lagi hobi ngutang, kan enggak begitu," jelas dia.
Adapun terkait utang luar negeri, Sri Mulyani mengaku terus mengelola porsinya dan memantau bersama BI. Pengelolaan dilakukan agar exposure utang tidak terlalu besar seperti pada masa krisis moneter tahun 1997-1998.
Pengelolaan porsi utang juga membuat RI tidak terlalu terdampak ketika bank sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunga acuan.
"Komposisi kita lihat, tujuannya karena negara ini tetapi kita harus jaga. Jangan sampai terjadi ketika AS mengubah suku bunga, mereka (korporasi) sulit membayar jika utang memakai suku bunga mengambang. Makanya, kami monitor," tandas dia.