Djawanews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dibutuhkan langkah serius untuk mengelola APBN di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini.
Di tengah pandemi, penerimaan negara dihadapkan dengan penurunan drastis, sementara rakyat dalam suasana terancam, baik itu ancaman kesehatan, PHK, hingga sosial. Kementerian Keuangan selaku bendahara perlu mengambil tindakan agar sektor keuangan bisa melewati krisis.
"Walaupun instrumen APBN sedang mengalami ancaman, dia harus tetap hadir untuk bisa menyetop ancaman-ancaman tersebut. Kalau tidak, domino ini akan ambruk semua," ujar Sri Mulyani dalam CNBC Indonesia Economic Outlook 2022, Selasa 22 Maret.
Dalam hal ini, Kemenkeu mengambil tindakan dengan cara berutang demi menyelamatkan Indonesia dari ancaman-ancaman tersebut, Kemenkeu mengambil tindakan dengan cara berutang.
Namun, nilai utang untuk mengatasi ancaman tersebut, Sri Mulyani memastikan, masih di tahap aman berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 disebutkan defisit dapat lebih dari tiga persen, dari yang sebelumnya maksimal tiga persen, tertuang dalam UU tentang keuangan negara.
"Kita menggunakan space itu untuk tujuan tadi, yang diancam siapa di dalam shock ini. Rakyat dulu dari keselamatan jiwa mereka. Makanya kita gunakan untuk kesehatan masyarakat, itu naik luar biasa dari 2020 ke 2021," tandas Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menjelaskan, kenaikan anggaran kesehatan itu untuk menyediakan kapasitas fasilitas kesehatan dengan meng-upgrade rumah sakit, membuat tempat isolasi, menambah ketersediaan bed, penyediaan alat PCR, alat pelindung diri, ventilator, hingga vaksin. APBN pun membayar biaya rumah sakit bagi pasien COVID-19.
Selain itu, APBN juga digunakan untuk melapisi masyarakat kurang mampu dan UMKM dengan bantalan sosial.
Meski demikian, Menkeu mengingatkan melalui berbagai upaya pemerintah untuk menangani pandemi dan memulihkan ekonomi, penerimaan negara pun berhasil dipulihkan. Utang mampu dibayarkan kembali. Ia mengatakan, seperti halnya pada dua bulan pertama tahun 2022 penerimaan negara telah mencapai 30% karena pulihnya ekonomi.