Djawanews.com – Mulai hari ini (1 Juli 2020) pemerintah memungut pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap berbagai perusahaan digital milik asing yang beroperasi di Indonesia. Namun, pemungutan pajak digital dinilai masih setengah-setengah.
Untuk diketahui, aturan penarikan pajak digital tersebut telah diatur dalam PMK No.48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Menurut Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute Indonesia, kebijakan penarikan digital masih setengah-setengah karena seharusnya pemerintah menegaskan kewajiban perusahaan over the top (OTT) agar mempunyai badan usaha tetap (BUT).
“Agar sama perlakuannya terhadap pemain atau aplikator dalam negeri,” ungkap Heru, Selasa (30/06/2020), dikutip dari Bisnis.com.
Selain itu, menurut Heru, kebijakan pajak digital pada OTT asing harusnya bukan hanya dalam hal PPN yang lebih tertuju pada konsumen daripada korporasi, namun pajak penghasilan (PPh) juga.
Pengenaan PPN, tambah Heru, tidak berdampak pada perusahaan OTT asing karena pajak tersebut diambil dari biaya yang dikeluarkan pengguna atau konsumen.
“Makanya saya katakan, ini masih setengah-setengah. Sebab, hal yang utama adalah pajak dari keuntungan dan pajak penghasilan. Kalau PPN sebenarnya tidak ada perubahan signifikan, kecuali pengguna bayar lebih layanan,” tandasnya.
Untuk mendapatkan info bisnis yang lain, klik di sini.