Djawanews.com – Efektivitas Program Kartu Prakerja dipermasalahkan lantaran jumlah pendaftar yang sangat tinggi tidak sebanding dengan kuota yang tersedia. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) kemudian mempertanyakan alat ukur yang digunakan Pemerintah agar Program Kartu Prakerja bisa berjalan tepat sasaran.
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi, Ajib Hamdani mengatakan ada dua permasalahan mendasar Program dengan nilai anggaran sebesar Rp20 triliun tersebut.
Pertama, tidak adanya alat ukur relevan tujuan awal Program Kartu Prakerja yang seharusnya dapat meningkatkan kesempatan kerja, sehingga Adanya peningkatan produktivitas dan daya saing SDM juga tak sempat diperhitungkan.
Kedua, tidak adanya kejelasan apakah selanjutnya para peserta nantinya bisa mendapatkan pekerjaan atau menggunakan skill-nya di dunia usaha setelah mengikuti pelatihan.
Tanggapan Pemerintah Masalah Efektivitas Kartu Prakerja
Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) merespons terkait masalah efektivitas Kartu Prakerja, bahwa sejak awal program Kartu Prakerja memang disiapkan untuk pelatihan bagi masyarakat yang belum mendapat pekerjaan.
Sistem Kartu Prakerja mengalami perubahan program dan rencana. “Ada kondisi yang berbeda, yang extra ordinary, sehingga hanya dalam waktu 1,5 bulan desainnya diubah total. Diubah ke online dalam waktu sangat cepat,” ujar Jokowi saat diwawancara Najwa Shihab dalam program Mata Najwa yang ditayangkan Trans7, Rabu (22/4/2020) malam.
Anggaran dana yang dikeluarkan oleh pemerintah sebesar Rp 3,55 juta bagi tiap pemegang kartu, namun baru Rp1 juta yang bisa digunakan untuk biaya pelatihan. Sisanya akan diberikan secara bertahap usai pelatihan dilakukan.
Jokowi menjelaskan capaian efektivitas Kartu Pra Kerja menjadi bukan murni pelatihan karena adanya pandemi corona, melainkan semi bantuan sosial (bansos).