Djawanews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih aman dan terkendali meski mencatat defisit sebesar Rp104,2 triliun hingga Maret 2025.
“Jangan khawatir, tidak jebol APBN-nya,” kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, dikutip di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 10 April.
Dibandingkan tahun lalu, kata Sri Mulyani, posisi APBN Maret 2024 masih mencatat surplus Rp8,07 triliun atau setara 0,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, desain defisit APBN 2024 juga lebih rendah dari tahun ini, yaitu Rp522,83 triliun atau 2,29 persen terhadap PDB.
Sementara realisasi defisit APBN per Maret 2025 setara 0,43 persen PDB, masih jauh dari desain yang ditargetkan sebesar 2,53 persen PDB atau Rp616,2 triliun.
Nilai defisit diperoleh dari pendapatan negara yang tercatat sebesar Rp516,1 triliun (17,2 persen dari target Rp3.005,1 triliun) dan belanja negara sebesar Rp620,3 triliun (17,1 persen dari target Rp3.621,3 triliun).
Pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp400,1 triliun (Rp322,6 triliun dari penerimaan pajak serta Rp77,5 triliun dari kepabeanan dan cukai) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp115,9 triliun.
Bendahara Negara itu menyatakan kinerja penerimaan pajak telah berbalik arah (turn around) setelah sempat melambat pada awal tahun.
Secara bruto, penerimaan pajak pada Januari 2025 tercatat sebesar Rp159,1 triliun, kemudian melambat pada Februari dengan catatan Rp140,1 triliun. Namun, kinerja penerimaan berjalan lebih cepat pada Maret dengan capaian bruto sebesar Rp170,7 triliun.
Di sisi lain, belanja negara telah disalurkan melalui belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp413,2 triliun serta transfer ke daerah Rp207,1 triliun.
Untuk BPP, sebesar Rp196,1 triliun (16,9 persen dari pagu) disalurkan melalui belanja kementerian/lembaga (K/L), termasuk untuk tunjangan hari raya (THR) aparatur sipil negara (ASN) dan TNI/Polri dari pos belanja pegawai serta berbagai bantuan sosial.
Adapun realisasi melalui belanja non-K/L tercatat sebesar Rp217,1 triliun (14,1 persen dari pagu), yang di antaranya disalurkan untuk manfaat pensiun, subsidi, dan kompensasi.
Secara keseluruhan, meski APBN mencatatkan defisit, keseimbangan primer masih terjaga surplus dengan nilai Rp17,5 triliun. Keseimbangan primer mencerminkan kemampuan negara mengelola utang. Dengan surplus keseimbangan primer, maka kondisi fiskal dapat dikatakan masih cukup memadai untuk mengelola pendapatan, belanja, dan utang.
“Dalam sebulan terakhir, dibuat headline seolah APBN tidak berkelanjutan, tidak prudent, dan akan menjadi berantakan. Tidak. Presiden memang punya banyak program, tapi itu semua didesain dalam APBN yang tetap prudent dan berkelanjutan,” tegas Sri Mulyani.