Djawanews.com – Tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China menurun. Hal tersebut ternyata berdampak buruk bagi industri tempe dan tahu di Indonesia karena membuat ketersediaan kedelai Tanah Air terganggu.
Menurut Gabungan Koperasi Produsen Tempe-Tahu Indonesia (Gakoptindo), ada oknum importir yang memanfaatkannya untuk mengimpor kedelai kelas 2. Padahal, kedelai jenis tersebut umumnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
"Bunge Internasional, dia impor kedelai grade 2. Dia impor 10.000 ton. Dicoba juga di Surabaya pertama, terus tidak laku. Lalu ke Lampung dan Banten, semua perajin anggota saya komplain," ungkap Aip Syarifudin, Ketua Umum Gakoptindo, Selasa (06/10/2020), dikutip dari Bisnis.
Ia menilai, kenaikan harga kedelai saat ini terjadi karena China telah membuka keran impor kedelai dari Amerika Serikat. Akan tetapi, lahan kedelai di Negeri Paman Sam sedang dilanda bencana. Maka, ketersediaan kedelai di pasar dunia sedikit dibandingkan dengan tingginya serapan China dan produksi kedelai yang sedang terganggu cuaca. Menurut Aip, hal tersebut dimanfaatkan Bunge Internasional dengan menjual kedelai kelas 2 dengan harga yang hampir sama dengan kedelai kelas 1 kepada pengusaha tempe dan tahu.
Ia uga menjelaskan bahwa kedelai yang dibeli dari Bunge Internasional menjadikan produk tempe dan tahu busuk, bau, dan tidak enak. Aip menyatakan telah melaporkan kejadian tersebut ke sejumlah kementerian.
"Saya minta ke Kemendag untuk dilarang impor kedelai grade 2 (yang dijual sebagai bahan industri tempe dan tahu)."
Jika Anda ingin mendapatkan informasi terkini lain tekait ekonomi, bisnis, perkembangan pasar, dan dunia usaha, ikuti terus Warta Harian Nasional Djawanews. Selain itu, untuk mendapatkan informasi cepat dan menarik, jangan lupa ikuti Instagram @djawanescom.