Djawanews.com – Petani cengkeh Indonesia mengalami masa-masa berbahagianya ketika belum ada cengkeh Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC). Sebelum Soeharto merestui adanya BPPC harga cengkeh di masa itu sangat bagus.
Seperti diketahui, cengkeh penting bagi industri rokok. Pada 1960-an, Indonesia mengimpor cengkeh demi industri rokok.
Mengutip CNBC Indonesia, pada zaman Soeharto, seperti dicatat Richard Borsuk dan Nancy Chng, dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto (2016:88), Soeharto memberikan hak impor kepada PT Mega dan PT Mercu Buana pada 1968.
Dari para petani lokal, cengkeh tidak melimpah hingga harga cengkeh lokal cukup tinggi. Era 1970-an adalah era jaya bagi cengkeh. Sulawesi Utara, provinsi yang beribukota di Manado dan nyaris kebanyakan penduduknya disebut orang Manado itu, juga mengalami kejayaan cengkeh, yang diingat orang sebagai booming cengkeh.
Di desa Wioi, Ratahan, Sulawesi Utara, Yan Kolinug termasuk termasuk salah seorang petani cengkeh yang merasakan keberuntungan itu. "Akhir tahun 1970-an, jual 250 kilogram cengkeh kami sudah bisa beli mobil Datsun," kata Yan Kolinug, seperti tertulis dalam buku Ekspedisi Cengkeh (2013).
Ketika itu, harga cengkeh Rp15 ribu per kilogram. Nilai tukar waktu itu masih satu dolar masih Rp220. Sementara harga satu gram emas sekitar Rp 9 ribu. Tak hanya mobil Datsun saja yang terjual di Sulawesi Utara ketika boom cengkeh. Mobil Suzuki, yang semula tidak begitu laku di Jakarta, tapi banyak terjual di Sulawesi Utara.
"Pada 1978 awal, terjadi panen cengkeh di Manado. Ketika merek lain sibuk di Jakarta dan di Jawa, dan mereka tidak memikirkan daerah saya langsung masuk ke Sulawesi Utara," aku Subronto Laras dalam Soebronto Laras, Meretas Dunia Automotif Indonesia (2005:110).
Mulanya pada 1978, sepengakuan Siegfried Pontoh dalam Soebronto Laras, Meretas Dunia Automotif Indonesia (2005:426) mobil Suzuki terjual antara 250-300 unit. Pada 1979 penjualan meningkat menjadi 400 unit. Pada 1980-1982, penjualan mobil pun masih baik di Sulawesi Utara. Sebelum 1978, mobil Suzuki di Manado hanya laku karena adanya peremajaan angkutan umum dari bemo ke kendaraan roda empat.
Seingat Soebronto Laras, sebanyak 3.000 unit Carry ST-100 terjual di sana. Dari Manado, Carry yang mampu melalui tanjakan itu lalu berjaya di daerah lain. Harga mobil yang dijual Suzuki itu Rp 900 ribu. Mobil yang dijual itu sudah siap jalan karena sudah terisi bensinnya.
Hal itu wajar adanya, sekarung cengkeh seberat 65 kg saja bisa ditukar dengan satu unit mobil Suzuki.
"Makanya banyak sekali anak-anak yang masih berusia remaja sekitar 18 dan 19 tahun, mereka ambil atau "curi" satu karung cengkeh kering dari orangtuanya, sudah bisa beli mobil," aku Soebronto.
Namun apa pun keadaan yang menguntungkan petani di Indonesia tak pernah abadi. Boom cengkeh lalu berakhir. Beberapa orang percaya, pejabat mana yang membuat harga cengkeh tetap menguntungkan petani akan mandapat celaka. Adik Pahlawan Nasional Arie Lasut, yang sedang jadi Gubernur Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal Willy Lasut mengalaminya. Masa jabatannya tak lebih dari dua tahun. Konon karena menetapkan harga cengkeh Rp 15 ribu, yang menguntungkan petani.