Indonesia merupakan negara dengan sumber daya bauksit terbesar ke enam dunia.
Bauksit merupakan bijih utama aluminium alias material dasar untuk memproduksi alumina. Bauksit pertama kali ditemukan pada tahun 1924 di Kijang, pulau Bintan, di provinsi Kepulauan Riau. Pulau Bintan juga merupakan daerah penghasil bauksit terbesar di Indonesia dan produksinya sudah mencapai pasaran internasional.
Bauksit sendiri bukanlah sebuah mineral, melainkan batuan yang terbentuk dari proses laterisasi. Ada tiga komponen yang mendominasi mineral aluminium hidrat, yakni gibsit, boehmite dan diaspora.
Sebagai bahan dasar untuk memproduksi aluminium, bauksit memiliki manfaat yang dapat langsung dirasakan dalam kehidupan sehari hari seperti, bahan dasar pembuatan badan pesawat terbang, produksi perabotan rumah tangga, bahan kemasan makanan dalam tin dan lain sebagainya.
Banyaknya daerah penghasil bauksit di Indonesia membuat kebutuhan bauksit selalu tercukupi. Bahkan, beberapa perusahaan yang mengolah bahan alam tersebut mampu mengekspor hasil produksinya ke luar negeri. Soal ekspor, bauksit yang ditambang di Pulau Bintan telah diekspor sejak tahun 1935.
Sejarah Bintan sebagai daerah penghasil bauksit
Selain menjadi daerah penghasil bauksit terbesar tanah air, Pulau Bintan juga tekenal dengan daya tarik wisatanya yang epik dan spektakuler. Sebut saja Bintan Resor yang selalu menjadi destinasi utama para wisatawan.
Kawasan wisata tersebut terletak di sebelah utara Pulau Bintan dan terhampar dengan luas 23 ribu hektare di atas pasir putih yang menghadap ke Laut Cina Selatan.
Di sisi lain, Pulau Bintan juga memiliki sejarah yang amat menarik, sejak abad ke-18, Eropa, Portugis, Belanda dan Inggris saling bertarung memperebutkan pulau ini lantaran letaknya yang strategis di semenanjung selatan Malaysia di mulut Selat Malaka, kepulauan Riau. Dan menjadi tempat jujukan favorit bagi kapal dagang India dan Cina.
Pada saat itu, daerah penghasil bauksit terbesar nusantara ini tengah dikuasai oleh kesultanan Johor-Riau dan diduduki secara bergantian antara Johor yang terletak di Malaysia dan Pulau Bintan di Indonesia.
Tahun 1884, Inggris dan Belanda mengakhiri perselisihan mereka di Pulau Bintan dengan sebuah perjanjian yang dikenal dengan Treaty of London. Adanya perjanjian tersebut mengakibatkan wilayah utara singapura diberikan kepada Inggris dan teritori selatan Singapura diserahkan ke Belanda.
Pada tahun 1924, Belanda menemukan sumber bauksit yang amat melimpah di Pulau Bintan, sejak saat itu, pamor Pulau Bintan menjadi terkenal sebagai daerah penghasil Bauksit.
Pada awalnya, belanda melakukan ekspedisi untuk menemukan sumber mineral timah, akan tetapi bukan mineral timah yang mereka temukan namun bauksit dalam jumlah besar.
Dilansir dari Esdm.go.id Belanda kemudian melakukan penambangan bauksit untuk pertama kalinya di tahun 1935-1942. Setelah ditemukan sumber bauksit, Belanda kemudian melakukan survei di beberapa titik dan dilanjutkan dengan membuat lubang untuk melakukan eksploitasi bauksit di Kijang serta di kelola oleh perusahaan Belanda yakni Naamloze Vennootschap (NV) Nederlandsch Indische Bauxit Exploitatie Maatschappije (NIBEM).
Pulau Bintan juga sempat direbut oleh Jepang pada saat zaman pendudukan Jepang di Indonesia lebih tepatnya pada tahun 1942-1945 melalui perusahaan Furukawa Co.Ltd, dan pada tahun 1959 usaha ini kembali diambil alih oleh NV NIBEM.
Di tahun selanjutnya, kegiatan pertambangan bauksit di Bintan ini diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan mendirikan PT Pertambangan Bauksit Indonesia (Perbaki) yang selanjutnya dilebur menjadi PN Pertambangan Bauksit Indonesia yang berada di lingkungan BPU PERTAMBUN.
Lalu, di tahun 1968, semua yang tergabung dalam entitas pertambangan biji alumunium atau bijih bauksit dilebur ke dalam PN Aneka Tambang (persero) yang kemudian menjadi PT. Aneka Tambang.
Adapun PT Aneka Tambang atau ANTAM melakukan eksplorasi tambang bauksit hingga tahun 2009. Pasca penambangan, ANTAM melakukan reklamasi daerah bekas tambang biji aluminium dengan menginventarisir tumbuhan-tumbuhan bekas area tambang tersebut.
Beberapa daerah penghasil bauksit selain Bintan
Selain Bintan yang terletak di kepulauan Riau, ada beberapa wilayah di Indonesia yang juga terkenal sebagai daerah penghasil bauksit antara lain:
- Daerah Sumatera Utara
Wilayah penambangan aluminium di Sumatara Utara terletak di Kota Pinang. Tidak hanya dimanfaatkan sebagai daerah penghasil bauksit, Provinsi Sumatra Utara juga dimanfaatkan sebagai industri hilirisasi alumunium.
- Daerah Bangka Belitung
Selain Sumatra Utara, Provinsi Bangka Belitung juga menjadi daerah penghasil bauksit yang cukup terkenal. Lokasi penambangan alumunium di Provinsi ini terletak di kawasan Sigembir.
- Daerah Kalimantan Barat
Adapun Kalimantan Barat memilik lima daerah penghasil bauksit yang terletak di daerah Munggu Besar, Sandai, Balai Berkuah, Mebukung dan Pantus. Bauksit atau Biji Aluminium terkenal dengan nilai ekonominya yang cukup besar. Tidak semua daerah memiliki potensi barang tambang tersebut. Tak heran jika bauksit dapat digunakan sebagai komoditi utama disektor pertambangan.
Keempat daerah penghasil bauksit diatas mambu menghasilkan biji aluminium dengan jumlah yang bervariasi. Untuk kualitas dari bauksit ini akan bergantung pada proses pengolahannya.
Belum lama ini, pemerintah juga tengah mencanangkan pembangunan industri hilirisasi pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery di Desa Bukit Batu, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Perlu diketahui, Indonesia juga merupakan negera dengan cadangan bauksit terbesar di dunia. Adanya langkah pemerintah untuk mengencangkan hilirisasi aluminium diharapkan dapat mengurangi ekspor mineral mentah sekaligus ketergantungan impor untuk sumber bahan baku produksi aluminium.
Industri hilirisasi alumunium juga akan menjadikan produk tambang bauksit terintegrasi dengan industri pengolahan produk aluminium, sehingga pemerintah tidak perlu lagi repot-repot untuk mengekspor bauksit mentah keluar negeri dan mengimpornya kembali dalam bentuk produk jadi. Dengan begitu basis industri pertambangan dalam negeri akan semakin kuat.
Pengembangan industri pengolahan bauksit menjadi alumina juga akan mendorong lahirnya potensi investasi di masa mendatang, seperti pengembangan industri-industri terkait alumina-aluminium based dan diversifikasinya.
Dengan begitu, apa yang ditambang dari Indonesia dapat benar-benar dimanfaatkan untuk kesejahteraan negara Indonesia, khususnya di daerah sekitar pertambangan.
Berdasarkan artikel dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang di unggah melalui laman resmi Kementerian ESDM yakni Esdm.go.id mengatakan, keberadaan industri hilirisasi mineral bauksit akan berkontribusi terhadap pertumbuhan nilai PDB nominal, pendapatan rumah tangga, keuntungan perusahaan dan pendapatan perpajakan meskipun dengan besaran yang belum signifikan.
Industri hilirisasi ini akan berdampak secara signifikan apabila seluruh produk dapat diproses dari hulu ke hilir serta di dukung dengan penyediaan insfratruktur yang memadai.
Pemanfaatan Bauksit
Pada dasarnya, sumber daya bauksit banyak ditemukan di daerah-daerah tropis yang dekat dengan garis khatulistiwa. Oleh sebab itu, tidak heran jika daerah penghasil bauksit banyak ditemukan di Indonesia.
Ada proses yang begitu panjang dan sulit sebelum akhirnya biji bauksit dapat dimanfaatkan untuk pembuatan produk industri aluminium. Seperti proses babat alas yang menjadi titik pertambangan bauksit. Setelah di dapatkan hasil tambang, bauksit kemudian di cuci agar biji bauksit dapat terpisah dari kotoran-kototan yang tidak dibutuhkan.
Bauksit sendiri digunakan sebagai bahan dasar untuk produksi aluminium. sumber daya bauksit yang telah ditambang selanjutnya akan dimurnikan untuk menghasilkan aluminium oksida. Untuk dapat mengekstraksi aluminium, aluminium oksida harus dileburkan terlebih dahulu dengan suhu 2000oC.
Akan tetapi, diperlukan biaya tinggi untuk proses peleburanya. Oleh sebab itu, perusahaan akan menggunakan kriolit yang dapat menekan jumlah energi aluminium oksida dari sebelumnya 2000oC menjadi 960oC. Dengan kata lain, kriolit digunakan untuk menekan biaya produksi dalam peleburan aluminium.
Bauksit yang telah dimurnikan tersebut selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan badan pesawat terbang, perabotan rumah tangga, membuat kemasan makanan dalam tin, membuat struktur atap pabrik dan gedung.
Sifat bijih aluminium yang kuat dan solid menjadikan bahan tambang ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan utama pembuatan badan pesawat terbang.
Tidak hanya itu, bauksit juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan besi, bahan dasar pembuat keramik, pembuat tinta pada mesin fotokopi dan pembuat pita kaset rekaman.
Kandungan alumina di dalam bauksit juga dapat jadikan buffer katalis pada proses penambangan lain guna menghilangkan kotoran pada hasil tambang seperti minyak bumi, nitrogen, dan sulfur.
Bauksit yang diolah menjadi alumina, diolah lagi menjadi alumunium serta diproses lagi untuk menjadi produk-produk alumunium menjadi keharusan untuk meningkatkan efisiensi industri dan nilai tambah.
Sektor tambang lain selain bauksit
Selain bijih alumunium atau bauksit, sektor tambang lain yang juga mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar dan melimpah ruah di Indonesia antara lain timah, nikel, belerang dan juga tembaga.
Disektor timah, pemerintah RI berhasil meningkatkan kinerja ekspor dan menembus pasar hingga beberapa negara seperti Turki, Hongaria, Meksiko, Polandia, Bulgaria, dan Hong Kong yang merupakan wilayah khusus China pada tahun 2018.
Jumlah sumber daya timah yang melimpah ruah ditanah air membuat Indonesia menjadi negara eksportir timah terbesar kedua di dunia dengan jumlah ekspor rutin tahunan mencapai 100.000 ton timah.
Provinsi Bangka Belitung menjadi wilayah yang terkenal sebagai pusat penghasil timah terbesar di Indonesia. Ada beberapa daerah di Bangka Belitung yang memberikan kontribusi besar tehadap produksi timah tanah air seperti Manggar dan Muntok yang terletak di pulau Belitung, Sungai Liat di Pulau Bangka serta Sungkep dan Bakinang yang terletak di kepulauan Riau.
Sektor tambang selanjutnya adalah Nikel dan Belerang. Kedua produk tambang ini memiliki nilai strategis diberbagai bidang lain disebuah negara. Pemanfaatan nikel yang utama adalah sebagai paduan dari besi dan kromium untuk menghasilkan baja yang tahan karat.
Sekitar 90 persen nikel yang dijual setiap tahun digunakan sebagai paduan yang nenghasilkan baja. Sementara itu, dua pertiganya dibuat paduan untuk memproduksi stainless steel, bahan dekoratif dan teknik coating.
Nikel juga merupakan bahan yang penting dari beberapa sistem isi ulang baterai yang selalu digunakan dalam elektronik, alat-alat listrik, transportasi, dan pasokan listrik darurat (UPS).
Adapun hasil dari tambang belerang banyak digunakan sebagai bahan dasar asam sulfat atau H2SO4 yang sangat penting dalam pembuatan pupuk, penghalusan minyak, membuat asam basi baja hingga dipergunakan untuk keperluan metarulugi.
Belerang juga dapat dimanfaatkan dalam industri cat, industri karet, industri tekstil, industri korek api, bahan peledak, industri ban, pabrik kertas, industri gula yang digunakan dalam proses sulfinasi , industri rayon, film celulosa, ebonit, cairan sulfida, bahan pengawet kayu.
Asal tau saja, Indonesia menjadi salah satu negara penghasil Nikel dan Belerang yang sangat berkualitas dan termasuk yang paling besar di dunia.
Di Indonesia, ada enam wilayah penghasil nikel yang kualitasnya sudah diakui dunia seperti Morowali di Sulawesi Tengah, Sorowako si Sulawesi Selatan, Halmahera Timur di Maluku Utara, Luwu Timur di Sulawesi Selatan, Kolaka di Sulawesi Tenggara dan Pulau GAG di Papua Barat.
Sedangkan daerah penghasil belerang tersebar di beberapa daerah di Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku dan Sumatara Utara. Untuk daerah penghasil belerang yang berada di Pulau Jawa terletak di wilayah Jawa Barat (kawasan Danau Putri, Gunung Tangkuban Perahu), Jawa Timur (Gunung Arjuno, Gunung Welirang dan Gunung Ijen), dan Jawa Tengah (gunung Dieng).
Kemudian, daerah penghasil belerang yang berada di Pulau Sulawesi semuanya terletak di Provinsi Sulawesi Utara yakni Gunung Mahawu, Gunung Soputan dan Gunung Sorek Merapi.
Lebih lanjut lagi, daerah penghasil belerang yang berada di Maluku dan Sumatera Utara yakni Pulau Damar dan Gunung Namora.
Sedangkan, sektor tambang terahkir yang sumber dayanya banyak ditemukan di Indonesia adalah tembaga. Hasil tambang dari tembaga banyak dmanfaatkan dalam bidang kelistrikan. Pasalnya tembaga adalah penghantar listrik yang sangat baik.
Tembaga juga dapat digunakan dalam pembuatan kuningan, pipa air, industri konstruksi dan lain sebagainya. Perlu diketahui, Indonesia merupakan penghasil tembaga tertinggi dan turut menyumbag 10,4 persen produksi tembaga dunia.
Di Indonesia, ada beberapa wilayah yang menjadi daerah penghasil tembaga terbesar seperti Kabupaten Timika, Papua, Tapatnya daerah Tembaga Pura, Cikotok di Jawa Barat dan Tirtamaya Jawa Tengah.
Adapun daerah-daerah lain yang juga menjadi penghasil tembaga antara lain; Mandailing Natal Sumatera Utara, Pacitan Jawa Timur, Sumbawa Barat NTB, Katingan Kalimantan Tengah, serta Toli Toli dan Bone yang berada di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Kedepannya, pemerintah diharapkan dapat mencanangkan program industri hilirisasi produk tambang selain bauksit. Saat ini, para pengusaha tambang baik domestik ataupun luar negeri semakin giat untuk mencari sumber daya tambang yang ada di Indonesia.
Adanya program industri hilirisasi akan membantu mencegah bahan mentah atau produk tambang diekspor langsung dalam volume yang besar. Dengan begitu, kekayaan sumber daya alam Indonesia akan dapat digunakan untuk kepentingan bangsa sendiri.
Pengendalian ekspor bahan tambang mentah didasarkan pada aturan pelarangan ekspor beberapa barang tambang tanpa diolah alias bahan mentah pada awal 2014. Kebijakan tersebut merupakan amant dari Undang-Undang (UU) nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Dengan adanya aturan tersebut, industri pertambangan diharapkan dapat diarahkan dari hulu hingga ke hilir untuk mendapatkan nilai tambah dari produk tambang.
Hilirisasi industi menjadi strategi yang cocok untuk negara-negara dengan sumber daya alam yang sangat berlimpah serta dapat mengolah bahan-bahan yang dihasilkan dari sektor pertambangan sebagai input bagi proses industrialisasi.
Kendati demikian, program hilirasi bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Agar program ini dapat berjalan dengan lancar, perlu adanya dukungan industri dasar yang efisien guna mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau setengah jadi.
Hilirisasi Industri tambang juga akan memberikan banyak manfaat, seperti menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Di sisi lain, hasil produk tambang juga akan dapat digunakan untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun global dengan begitu, hasil ekspor tambang tersebut akan meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi negara Indonesia.