Djawanews.com – Ulama Nahdlatul Ulama (NU) Syafiq Hasyim memberikan pendapat terkait gerakan reuni 212 yang kini mulai melembek. Seperti diketahui acara reuni 212 yang sempat digaung-gaungkan akhir tahun ini tak mendapatkan izin dan akhirnya dibubarkan.
Syafiq Hasyim mengatakan sebenarnya gerakan reuni 212 pada saat ini telah kehilangan relevansinya. Bahkan nyaris kegiatan yang dilakukan pasca 2017 oleh mereka, dipandang tak ada yang berhasil. Itu terjadi karena sejumlah hal.
“Pasca 2017 tidak ada yang berhasil, agenda ekonomi umat pasca 2017 tak begitu terlihat. Pendirian mart 212 bahkan semakin sulit kita temukan keberadaannya,” kata Syafiq, dikutip dari kanal YouTube Cokro TV, Senin 6 Desember.
Menurut Ulama NU yang juga pengajar di FISIP UIN Syarif Hidayatullah itu, dikarenakan tokoh-tokoh politik yang ada di tubuh gerakan reuni 212 kini sudah sibuk dengan agenda politiknya masing-masing. Dan menariknya, kini mereka seolah lebih berorientasi pada kegiatan agitasi-nya ketimbang pengajian.
“Ustaz-ustaz yang ada di dalamnya malah sering mengedepankan hate speech-nya ketimbang nas-nas agama yang bikin adem di pengajian mereka,” katanya lagi.
Ulama NU Melihat Wajah Reuni 212 Tak Lagi Sama
Syafiq Hasyim juga mengatakan gerakan reuni 212 saat ini sudah bisa ditebak arahnya. Hal ini sangat berbeda sebelum gerakan reuni 212 20a7 lalu.
Setelah mensukseskan Pilkada DKI, kata Syafiq, pergerakan reuni 212 semakin mudah dibaca. Yakni coba mendukung kekuasaan politik. Jika dahulu isunya meluas sampai pembahasan ekonomi umat, sekarang justru bergeser pada kontra Jokowi semata.
“Reuni 212 menampilkan wajah-wajah tak sama dengan dulu. Sebagian masih ada tokoh lama, tapi mereka sekarang sudah sibuk dengan partai-partai mereka untuk menghadapi 2022.”
Menurut Syafiq, gerakan 212 juga semakin melembek, disebabkan keadaan politik sudah berubah saat ini. Di mana komposisi aktor politiknya juga sudah berubah.
Selain itu, organisasi-organisasi Islam arus utama sudah makin paham mendengar suara umat dengan baik, sehingga melahirkan kesimpulan untuk didengar Pemerintah dan jadi bahan rujukan untuk mentetaskan kebijakan di ruang publik.
Berbeda dengan dahulu, mereka bertemu pada titik temu yang sama. Yakni persoalan pemimpin, keadilan ekonomi dan politik.
“Bagi saya reuni 212 sulit mengulang sukses jika arah politik mereka terlalu kentara,” kata Syafiq.