Djawanews.com – Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula. Saat menjabat sebagai Mendag 2015-2016, Tom diduga memberikan izin impor gula ke perusahaan swasta dalam kondisi Indonesia surplus gula.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksan Agung, Abdul Qohar mengatakan negara mengalami kerugian sekitar Rp400 miliar dalam kasus tersebut.
"Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak seusai perundang-undangan yang berlaku, negara rugi kurang lebih Rp 400 miliar," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksan Agung, Abdul Qohar kepada wartawan, Selasa, 29 Oktober.
Pemberian izin impor kepada pihak swasta yang dilakukan Tom Lembong itu telah menyalahi keputusan Menteri Perdagangan dan Peridustrian Nomor 527 Tahun 2004.
Pada aturan tersebut disebutkan hanya perusahaan BUMN yang diperbolehkan mengimpor gula.
Bahkan, Tom Lembong menerbitkan izin impor tersebut pada saat tak terjadi krisis atau kekurangan stok.
"Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP," sebutnya.
"Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang telah dikeluarkan tersangka TTL, impor gula tersebut dilakukan oleh PT AP," sambung Qohar.
Tom Lembong disebut secara sepihak menentukan keputusan tersebut. Sebab, tak berkoordinasi dengan kementerian lain untuk memastikan ketersediaan stok gula.
Seiring berjalannya waktu, digelar rapat koordinasi di bidang perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Menko Perekonomian pada 28 Desember 2015. Salah satu pembahasannya, Indonesia akan mengalami kekurangan stok gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton pada 2016.
Memanfaatkan momen stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI berinisal P untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Padahal, pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang dapat melakukan importan hanya BUMN.
"Bahwa kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebenarnya ijin industri nya adalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan, minuman, dan farmasi," sebutnya.
Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia seolah-olah membeli gula tersebut yang ternyata gula itu ke masyarakat.
Tentunya, dengan harga Rp16.000 per kilogram yang lebih tinggi daripada Harga Eceran Tertinggi (HET) yakni Rp13.000
"Bahwa dari pengadaan dan penjualan GKM yang telah diolah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 perkilogram," kata Qohar.