Djawanews.com – Lonjakan kasus secara drastis yang menghantam Indonesia membuat wacana lockdown kembali menggema. Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro dari pemerintah masih dirasa belum cukup untuk menangani keadaan.
Namun masyarakat perlu tahu kenapa pemerintah menaruh lockdown sebagai opsi terakhir dan lebih mengusahakan alternative-alternatif lain untuk menanggulangi hantaman COVID-19.
Alasan utama tentu anggaran untuk lockdown yang sangat besar, karena artinya ketika lockdown semua aktivitas masyarakat berhenti dan pemerintah harus menanggung semua biaya hidup masyarakat selama lockdown diberlakukan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu sempat menyampaikan, bahwa untuk DKI Jakarta saja dibutuhkan Rp 550 miliar per hari. Dan Jabodetabek berarti bisa tiga kali lipat dari biaya tersebut.
Selain itu, pertimbangan kondisi geografis dan mobilitas penduduk di Indonesia yang tidak cocok dengan pola lockdown. Sehingga dikhawatirkan, kas negara habis namun COVID-19 tidak juga tertanggulangi.
"Untuk Jakarta saja, pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar. Hanya Jakarta saja. Kalau Jabodetabek tiga kali lipat. Itu per hari," kata Jokowi saat itu.
"Jadi dalam memutuskan setiap negara itu beda-beda. Karena karakternya beda, tingkat kesejahteraannya beda, tingkat pendidikan beda, tingkat kedisiplinan berbeda, geografis berbeda, kemampuan fiskal berbeda. Nggak bisa kita disuruh meniru negara lain," lanjutnya.