Djawanews.com – Presiden Rusia Vladimir Putin telah memutuskan untuk menyerang Ukraina. Pernyataan tersebut langsung disambut milter Rusia dengan menghujani Ukraina melalui serangan rudal.
Perang Rusia dan Ukraina yang selama ini terkubur, kini menjadi kenyataan.
Mengutip hops.id, Rusia dan Ukraina memiliki sejarah konflik yang panjang, bahkan jauh sebelum perang dunia pertama meletus.
Sejak perang dunia pertama, wilayah Uni Soviet yang menjadi cikal-bakal Rusia dan Ukraina sudah memiliki benih konflik.
Bahkan saat perang dunia kedua, Ukraina adalah wilayah yang diperebutkan.
Pada masa itu rakyat Ukraina terbagi menjadi tiga kelompok, mereka yang berjuang untuk Jerman, Soviet dan mereka yang berjuang untuk kemerdekaan sendiri.
Sampai akhirnya Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, Ukraina menjadi negara merdeka secara de jure yang diakui internasional.
Setelah merdeka, Ukraina menjadi negara terbesar kedua setelah Rusia dari banyaknya negara yang dulu menjadi bagian Uni Soviet.
Namun demikian, riak-riak konflik Rusia dan Ukraina pasca runtuhnya Uni Soviet tetap menyaka.
Seperti api dalam sekam, bisa dibilang demikian. Rusia terus melakukan tekanan politik dan militer terhadap Ukraina.
Terutama di daerah Crimea, daerah yang menjadi pangkal konflik, wilayah yang masuk bagian Ukraina, namun secara emosional penduduk lebih ke Rusia.
Memasuki abad 20, tepatnya tahun 2004 saat Pilpres Ukraina dilaksanakan, ada 2 calon presiden yang maju bersaing.
Viktor Yanukovych yang didukung Rusia dan Presiden Ukraina sebelumnya.
Sosok Yanukovych sendiri dianggap sebagai capres pro Rusia. Sementara Viktor Yuschenko, tokoh yang menginginkan Ukraina dekat dengan Barat dan Uni Eropa.
Sudah ditebak, persaingan mengarah kepada konflik lahir juga dari momen Pilpres yang akhirnya dimenangkan oleh Yanukovych.
Kelompok oposisi melakukan demonstrasi besar-besaran diberbagai kota di Ukraina, terutama di Kiev, Ibukota Ukraina.
Mahkamah Agung (MA) Ukraina akhirnya membatalkan kemenangan Yanukovych.
Naiknya Yuschenko menjadi Presiden Ukraina, menambah panas hubungan dengan Rusia, karena Yuschenko adalah representasi Barat dan Uni Eropa.
Pada Pilpres tahun 2010, Yanukovych maju kembali dan memenangkan pemilu kembali seperti tahun 2004.
Ketegangan mulai kembali pada tahun 2013, saat Yanukovych menolak integrasi dengan Uni Eropa.
Demo besar-besaran terjadi oleh kelompok oposisi dan dihadapi dengan represif oleh aparat keamanan.
Puncaknya tiba di Februari 2014 ketika parlemen Ukraina melengserkan Yanukovych sebagai Presiden.
Sejak itu, perpecahan di Ukraina semakin terasa. Rakyat Ukraina terbelah menjadi dua kelompok.
Mereka yang pro Rusia mayoritas berasal dari masyarakat dan politisi di bagian wilayah Crimea.
Saat itu Rusia mulai intervensi secara militer ke Crimea atas permintaan kelompok pro Rusia disana.
Pemerintah Rusia juga mendukung kelompok pro Rusia di Donetsk dan Luhanks dengan mensuplai senjata.
Sejak aneksasi Rusia atas Crimea, tensi konflik kedua negera semakin tinggi dan terawat.
Sampai pada April 2012, Rusia diketahui memobilisasi militer ke perbatasan Ukraina yang dikuasai kelompok pro Rusia.
Berdasarkan info Uni Eropa, ada sekitar 100.000 pasukan militer di perbatasan Ukraina.
Sebelum melakukan serangan militer ke Ukraina, Rusia mengakui kemerdekaan atas Donetsk dan Luhanks.
Hal yang memperkeruh kondisi dan memancing protes internasional karena dianggap sebagai referendum ilegal.