Djawanews.com – Acara The 58th Annual International Association of Women Police (IAWP) Training Conference dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani secara virtual pada Kamis, 11 Novemver.
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menyoroti jumlah wanita di institusi kepolisian Indonesia yang baru mencapai 5 persen. Ia membandingkan jumlah tersebut dengan rata-rata kepolisian di negara lain yang jumlah polisi wanitanya mencapai lebih dari 10 persen dari seluruh personel.
"Kepolisian RI merupakan kepolisian negara dengan kekuatan terbesar ke-2 di dunia setelah China, terdapat 450.000 anggota polisi. Namun hanya sekitar 5 persen anggotanya yang perempuan, sementara di negara lain rata-rata jumlah polisi wanitanya lebih dari 10 persen," kata Sri Mulyani, dikutip dari akun Instagramnya, Jumat, 12 November.
Selain minim dari sisi kuantitas, Sri Mulyani juga menyoroti minimnya perempuan yang menjabat sebagai pimpinan di Polri. "Begitu pun polisi wanita yang menduduki jabatan pimpinan, persentasenya masih kecil. Saya berharap kita dapat meningkatkan kesetaraan gender di kepolisian," ujarnya.
Dalam pandangan Sri Mulyani, polisi wanita memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan rasa aman yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Ia mencontohkan dengan kasus kekerasan terhadap wanita di mana polisi wanita akan membuat korban merasa lebih terlindungi dan percaya hukum akan ditegakkan secara adil terhadap pelaku kejahatan.
Data WHO pada 2021, menunjukkan hampir satu dari tiga perempuan di dunia, yaitu sekitar 736 juta perempuan, diperkirakan pernah menjadi korban kekerasan setidaknya sekali dalam hidup mereka. Dari jumlah tersebut, kurang dari 40 persennya saja yang mau mencari pertolongan atas kekerasan yang dihadapinya.
"Kehadiran polisi wanita juga menjadi inspirasi tidak hanya bagi kesetaraan gender di lingkungan institusi kepolisian, namun juga bagi masyarakat kita dalam upaya menciptakan ekosistem yang aman dan menjamin perlindungan bagi wanita," kata Sri Mulyani.
Selain itu menurut Sri Mulyani, dari perspektif ekonomi, kekerasan yang dialami perempuan ada kaitannya dengan kesejahteraan.
"Data PBB menunjukkan bahwa perempuan yang tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah lebih berisiko mengalami kekerasan. Perempuan yang kurang berdaya, terutama secara ekonomi, lebih berpotensi menjadi korban kekerasan," tutur Sri Mulyani.
"Oleh karena itu, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sangat penting dalam memperkuat perekonomian nasional dan kesejahteraan bersama. Dan hal itu lah yang terus dilakukan Pemerintah Indonesia melalui kebijakan fiskalnya," tutupnya.