Djawanews.com – Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kembali ditinggalkan Gubernur yang pernah diusungnya. Setelah dideklarasikan Partai NasDem sebagai calon presiden, Anies Baswedan diprediksi akan menjadi rival Prabowo dalam Pilpres 2024.
Sebelumnya Prabowo Subianto pernah mengusung Joko Widodo (Jokowi) pada Pilkada DKI 2012 di mana Jokowi berhasil menjadi orang nomor satu di Ibu Kota. Namun pada 2014 dan berlanjut pada 2019, Jokowi menjadi ‘lawan’ Prabowo menuju kursi RI1.
Sebagian pihak menanggap Prabowo sering 'ditikung' figur yang pernah didukungnya. Benarkah demikian?
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, justru menilai menangnya Jokowi dan Anies dalam Pilkada menjadi nilai plus bagi Prabowo. Dari peristiwa politik itu, Prabowo bakal dinilai mampu melihat potensi kepemimpinan seseorang dan mengantarkannya menjadi pemimpin yang diperhitungkan di Tanah Air.
"Jokowi misalnya, kariernya melejit dan sekarang menjadi presiden dua periode. Walaupun kerap mendapat kritik, namun Jokowi setidaknya mampu memimpin negeri yang besar dan heterogen," ujar Jamiluddin di Jakarta, Jumat, 7 Oktober.
Sementara Anies, lanjut dia, juga terbukti mampu memimpin Jakarta dengan sejumlah prestasinya. Anies yang duduk di kursi DKI 1 atas hasil sorongan Gerindra pun didapuk oleh NasDem menjadi Cpares 2024.
"Jadi, kalau pun Prabowo harus berhadapan dengan Jokowi dan kemungkinan tahun 2024 dengan Anies, tentu tidak ada yang perlu dipersoalkan. Baik Jokowi maupun Anies tidak melanggar hukum atau etika politik," kata Jamiluddin.
Mengenai video Anies yang menyatakan tidak akan maju dalam Pilpres bila Prabowo jadi capres, menurut Jamiluddin hal itu tidak akan membuat Menteri Pertahanan itu kecewa. Pasalnya pernyataan Anies tersebut konteksnya untuk Pilpres 2019.
"Jadi, Prabowo tidak akan kecewa, apalagi merasa ditikung oleh Jokowi atau Anies. Hanya orang lain yang menilai demikian," katanya.
Prabowo, tambah Jamiluddin, justru bangga telah mengantarkan orang-orang pilihannya menjadi pemimpin di tanah air.
"Sebab, Prabowo memang tulus saat mengusung Jokowi dan Anies pada Pilkada DKI Jakarta," demikian Jamiluddin.
Anies Berhadapan Prabowo Sempat Diprediksi
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengaku, pernah diingatkan oleh sejumlah pihak terkait potensi Anies maju sebagai capres menyaingi Ketua Umumnya, Prabowo Subianto.
Ungkapkan itu, kata Muzani, muncul saat Prabowo mendukung Anies di Pilgub DKI 2017.
"Dulu ketika Pak Prabowo akan memberi persetujuan Anies baswedan jadi cagub, banyak yang mengingatkan bahwa Anies nanti berpotensi menjadi capres yang berpotensi menyaingi Pak Prabowo," kata Muzani kepada wartawan, Kamis, 6 Oktober.
Namun, lanjut Muzani, hal itu tidak terlalu dipikirkannya. Sebab menurutnya, Jakarta memang perlu figur yang mampu menata ibukota menjadi lebih baik.
"Dan kita merasa harus mencari figur yang bisa menata sesuai kebutuhan Jakarta. Karena itu, semua pandangan kita terima, kita dengar, tetapi kepentingan dan kemaslahatan Jakarta lebih diutamakan daripada kepentingan dan kebutuhan politik kita," ungkap Muzani.
Sama halnya ketika Prabowo mengusung Jokowi di Pilkada DKI 2012. Pada akhirnya pun, Prabowo harus berhadapan dengan Jokowi di Pilpres 2014.
"Itu yang terjadi pada saat 2012 hal yang sama ketika kami mengusung Jokowi-Ahok, kira-kira seperti itu. Walaupun pada akhirnya Pak Prabowo 2 tahun kemudian harus berhadapan dengan Pak Jokowi itupun sama. Suasananya itu," ujarnya.
"Jadi bagi kami, bagi Gerindra kemaslahatan, kepentingan umum di atas segala-galanya," tambah Muzani.