Djawanews.com – Rekening penjual burung di Pamekasan, Ilham Wahyudi diblokir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena memiliki nama yang sama dengan tersangka dugaan suap dana hibah di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Pemblokiran terjadi karena kesalahan bank.
Hal itu disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi protes Ilham Wahyudi yang mendapati rekeningnya diblokir. Padahal, dia tak terlibat dalam kasus yang diusut komisi antirasuah.
"Informasi yang kami peroleh, nama dan tanggal lahir yang bersangkutan kebetulan sama dengan nama tersangka KPK yang diajukan permintaan pemblokiran. Data pembedanya ada pada alamatnya," kata Ali melalui keterangan tertulis, Jumat, 27 Januari.
Kata Ali, nama penjual burung itu mirip dengan tersangka di kasus suap dana hibah yang merupakan Koordinator Lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi. KPK sudah protes ke pihak bank.
"Pihak bank akan sampaikan kepada nasabahnya terkait kekeliruan dimaksud," ujarnya.
KPK memastikan kesalahan bukan berada di tangannya. Semua data sudah diberikan ke bank tanpa ada kekeliruan.
Ali juga menjelaskan pemblokiran rekening tersangka biasa dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Semua proses yang dilakukan KPK sesuai aturan yang berlaku.
"Dan KPK lakukan sebagaimana prosedur hukum berlaku, termasuk data lengkap pihak yang dimintakan blokir," tegasnya.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka dalam perkara dugaan suap dana hibah kelompok masyarakat yang dikucurkan melalui dana APBD Jatim. Mereka ialah Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simandjuntak; staf ahli Sahat, Rusdi; Kepala Desa Jelgung, Abdul Hamid; dan Koordinator Lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi.
Sahat diduga menawarkan bantuan untuk memperlancar pengusulan dana hibah yang dengan jumlah seluruhnya mencapai Rp7,8 triliun. Pemberian ini ditujukan untuk badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jawa Timur.
KPK menduga penerimaan dilakukan Sahat sejak 2021 dan berlanjut hingga 2022 kemudian bersedia membantu untuk 2023 serta 2024. Uang yang diterima politikus Partai Golkar ini diduga mencapai Rp5 miliar.