Djawanews.com – Sajak Gus Miftah dinilai oleh publik merupakan sebuah sindiran balasan yang ditujukan untuk Ustadz Khalid Basalamah. Sajak itu dibacakan Miftah sebelum pagelaran wayang yang menghadirkan sosok wayang mirip Khalid Basalamah. Pemilik nama asli Miftah Maulana Habiburahman itu juga mengunggah video pembacaan sajak itu melalui akun Instagram miliknya pada Sabtu lalu, 19 Februari.
Di kolom komentar unggahan itu, netizen pun terbelah. Ada yang menghujat dan ada pula yang membela Miftah. Berikut isi lengkap sajak Gus Miftah yang dianggap menyindir Khalid Basalamah:
Sigro milir..sang gethek si nogo bajul..
Wah…
Begitu pandai iblis itu, menyematkan imamah dan jubah
Dengan warna putih, seakan begitu suci tanpa noda, dengan menghitamkan yang lainnya
Haruskah kuda lumping diganti dengan unta lumping?
Haruskah gamelan diganti dengan rebana?
Pohon kelapa diganti dengan pohon kurma?
Dan haruskah nama nabi Sulaiman diganti karena mirip kata kata Jawa?
Betapa luas iblis itu menghamparkan hijab dari kekerdilan otaknya hingga menutupi sinar matahari junjungan kita, sebagai nabi alam semesta bukan nabi orang Arab saja
Haruskah wayang diganti film film tentang cerita agama produk asing, yang membiayai setiap jengkal pergerakan dan pemberontakan atas nama agama.
Kamu siapa?
Aku tahu jenggotmu panjang tapi belum tua,
Wajar tak tahu budaya dan tatakrama,
Bagiku lebih nyaman dengan blangkon atau iket dari taplak meja, sebagai penutup kepala ,wujud kerendahan dan ketwadlu’anku belaka
karena jubah ,imamah dan jenggot panjang adalah penampilan bendara atau raja
sedang aku hanyalah hamba jelata,tak pantas dengan pakaian bendara dan raja
Karena pintu syurga kini hanya tersisa dan terbuka bagi yang tawadlu’ hatinya
Sigro milir sang gethek si nogo bajul….
Benarkah Sajak Gus Miftah Berniat Sindir Ustadz Khalid Basalamah?
Lalu, apa penjelasan Miftah terkait sajaknya itu? Gus Miftah menyatakan bahwa perbedaan pendapat dalam sebuah pandangan adalah hal yang biasa. “Yang viral atau trending itu tentang sajak saya. Kalau soal kritik ilmu, atau perbedaan pendapat, itu hal yang lumrah,” ujarnya. Senin, 21 Februari.
Karena itu, Miftah menyatakan bahwa apa yang ia lakukan itu adalah sah-sah saja. Bahkan, ia menyatakan siap mempertanggungjawabkan sajaknya itu. “Kalau sajak yang saya buat itu tanggungjawab saya sepenuhnya,” tegasnya.
Karea itu, Miftah meminta masyarakat bisa memahami segala perbedaan pandangan itu. “Yang membesar-besarkan itu kan orang-orang yang mencari keuntungan atau mencoba memancing di suasana seperti ini saja begitu,” bebernya.
Kendati demikian, ia menyatakan sudah cukup terbiasa dengan kondisi tersebut. “Katakanlah, menurut beliau haram, menurut saya tidak. Ya, kan, itu sah-sah saja itu. Salahnya di mana?” sambungnya.
Gus Miftah lantas mencontohkan perbedaan pandangan soal hukum merokok antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Menurutnya, sajak yang ia tembangkan itu biasa-biasa saja. Apabila ada makna yang terkandung di dalamnya, maka itu adalah hasil dari penalaran. Lagipula, tembangnya merupakan hasil kebebasan berpendapat jika dikatakan sebagai kritik. “Kan, ya, biasa-biasa saja itu. Salahnya di mana?” pungkas pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji itu.
Dapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.