Perlukan mempertanyakan produk berlabel halal asing?
Produk impor yang masuk ke Indonesia, harus melalui beberapa syarat termasuk standar halal yang ditetapkan. Tidak sekadar halal, namun produk berlabel halal (yang telah disertifikasi oleh negara lain ) kini diragukan beberapa pihak.
Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thoyyiban (LPH-KHT) PP Muhammadiyah adalah salah satu yang melakukan penolakan terhadap sertifikasi halal dari beberapa negara lain.
Alasan LPH-KHT PP Muhammadiyah adalah lantaran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) masih belum memiliki informasi teknologi untuk mendaftarkan sertifikasi secara online.
Label Halal Apakah Tidak Cukup?
Direktur Utama LPH-KHT PP Muhammadiyah Nadratuzzaman Hosen, dilansir dari republika.com (7/10/2019) menyatakan jika saat ini juga belum ada pengakuan Lembaga Pemeriksa Halal dari luar negeri terkait sertifikasi halal produk yang masuk ritel Indonesia.
“Saya menolak kalau produk akhir berlabel halal dari beberapa negara masuk dan beredar di pasar retail Indonesia. Masyarakat bingung mana label halal yang dapat dipertanggung jawabkan,” ujarnya.
Hosen mengungkapkan jika ternyata produk impor yang berlabel halal tersebut, ternyata setelah diuji tidak halal maka tidak ada yang tanggung jawab. Hosen mendesak agar Peraturan Menteri Agama (PMA) dapat membedakan syarat dan perlakuan sertifikasi halal untuk usaha kecil dan ultra kecil.
Hosen juga meminta pihak BPJPH untuk membuat standar ganda terkait pengakuan lembaga pemeriksa halal luar negeri. Hal tersebut dikarenakan auditor halal saat ini masih sedikit yang diakui di LPPOM.
Terkait logo halal pada kemasan, Hosen juga menyatakan jika seharusnya tetap menggunakan logo MUI, karena menurutnya sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Hosen berpendapat adalah wajar ada logo halal MUI, hal tersebut lantaran badan kehalalan Indonesia yang ditentukan oleh Komisi Fatwa MUI.
Terkait dengan verifikasi ganda produk halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sudah siap untuk melakukan sertifikasi halalyang akan dimulai pada tanggal 17 Oktober 2019.
Sertifikasi produk halal merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Untuk itu BPJPH dan beberapa lembaga terkait kini telah melakukan berbagai persiapan, mulai dari sumber daya manusia, fasilitas, dan regulasi.
Terkait dengan rancangan peraturan menteri agama (PMA) atau aturan turunan UU JPH juga telah disiapkan. Namun, sertifikasi halal dilakukan secara bertahap, dengan prioritas pada produk makanan dan minuman.
Terkait dengan teknis yang akan dilakukan pada produk berlabel halal dari luar negeri belum diungkapkan secara mendetail. Namun yang harus dipertimbangkan adalah keefektifan jika memang melakukan tes satu persatu terhadap produk halal luar negeri.