Djawanews.com – Menjelang pemilu 2024, para kandidat calon presiden berbondong-bondong mempromosikan diri menuju pemilihan presiden 2024. Hal tersebut dikhawatirkan memicu terjadinya fenomena politik gentong babi karena mereka sedang menjabat di kursi pemerintahan.
Menurut survei yang diselenggarakan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) didapatkan bahwa nama Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto menempati posisi tertinggi sebagai kandidat calon presiden 2024.
Prabowo menempati posisi dengan elektabilitas 18,1 persen dalam kategori capres. Selain Prabowo Subianto, nama Menteri Sosial Republik Indonesia, Tri Rismawati (2,3 persen) juga masuk dalam jajaran kandidat calon presiden 2024.
Tak ketinggalan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Solahuddin Uno (4,8 persen), Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD (1,1 persen), dan Menteri BUMN, Erick Tohir (1 persen) juga masuk ke dalam jajaran nama-nama kandidat presiden Republik Indonesia pada 2024 mendatang.
Belum ada pernyataan resmi terkait nama-nama Menteri yang masuk ke dalam survei yang diadakan oleh SMRC. Menurut Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani pengajuan Prabowo Subianto sebagai calon presiden belum menjadi keputusan resmi partai.
Sementara Tri Rismawati mengaku tak akan mengajukan diri sebagai presiden karena “enggak punya duit”.
Menurut Peneliti Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati mengatakan bahwa tak semua nama dalam kandidat calon presiden mampu maju dalam pilpres 2024.
“Terkait dengan figur, saya pikir yang potensial jelas Pak Pabowo. Karena memang mempunyai Gerindra yang juga sebagai parpol di DPR dan bagian dari koalisi pemerintahan. Jadi, kalau dilihat dari kalkulasi politik, dibandingkan dengan Sandiaga atau Risma saya pikir Pak Prabowo ada di depan,” kata Wasisto Raharjo Jati, Senin, (18/10/2021).
“Misal Pak Sandiaga Uno menggerakkan sektor pariwisata di tengah pandemi atau Bu Risma yang gencar membagikan bansos. Nah itu bisa dikapitalisasi menjadi alat elektabilitas figur ini,” ucap Jati.
“Dalam politik itu lazim dikenal sebagai politik gentong babi. Jadi suatu kesempatan bagi seorang incumbent untuk bisa menyelipkan program personal menjadi program pemerintah,” tambahnya.
Jati menilai kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk menaikkan kapasitas personal disebut sebagai politik gentong babi.
Ingin tahu informasi menarik tentang Pilpres lainnya? Pantau terus Djawanews dan ikuti akun Instagram milik Djawanews