Djawanews.com – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membebaskan 488 ijazah milik siswa yang selama ini tertahan di sekolah akibat belum melunasi biaya pendidikan. Pembebasan ini dilakukan dalam dua tahap dan menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam memastikan akses pendidikan yang setara bagi seluruh warga.
Penebusan tahap pertama telah dilakukan terhadap 117 siswa beberapa waktu lalu. Sementara itu, penebusan tahap kedua untuk 371 siswa dilakukan tepat pada momen peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, yang digelar di Balai Kota DKI Jakarta pada Jumat, 2 Mei.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung mengatakan total nilai bantuan yang telah digelontorkan untuk program pemutihan ijazah ini mencapai Rp1,69 miliar. Ia berharap langkah ini bermanfaat masa depan para siswa yang ijazahnya sempat tertahan karena kendala ekonomi.
"Total sudah ada 488 siswa yang menerima program pemutihan ijazah senilai Rp1,69 miliar. Mudah-mudahan ini akan bisa bermanfaat bagi para siswa yang selama ini ijazahnya tertahan," kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung.
Pramono menuturkan, penebusan ijazah ini merupakan salah satu program yang dituangkan dari janji kampanyenya selama Pilkada 2024. Pramono melihat hingga kini masih banyak pemuda yang tak bisa bekerja karena ijazahnya masih ditahan di sekolah.
"Tadi saya menanyakan kepada mereka, ada yang ijazahnya tertahan selama tiga tahun hingga lima tahun karena belum melunasi biaya. Intinya, ijazah ini tidak diambil karena mereka tidak mampu," ungkap Pramono.
Dalam program ini, Dinas Pendidikan DKI Jakarta bekerja sama dengan Baznas Bazis DKI Jakarta untuk menyalurkan bantuan biaya penebusan ijazah. Rencananya, pembebasan ijazah akan dilakukan kepada total 6.652 siswa pada tahun ini.
“Pemerintah harus hadir dalam menangani masalah tersebut agar para siswa dapat segera mendapatkan ijazah yang sangat dibutuhkan bagi masa depan mereka,” tutur Pramono.
Dalam kesempatan itu, Pramono mengajak semua pihak untuk menjadikan Hardiknas sebagai momentum meningkatkan komitmen dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memastikan tidak ada diskriminasi dalam layanan pendidikan.
“Sesuai amanat konstitusi, tidak boleh ada diskriminasi atas dasar agama, fisik, suku, bahasa, ekonomi, jenis kelamin, domisili, dan sebab-sebab lain yang menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan,” imbuhnya.