Djawanews.com – Nasib tragis dialami sejumlah Aktivis Muslim India tatkala rumahnya dibuldoser polisi di negara bagian Uttar Pradesh, India utara pada Minggu, 12 Juni lalu.
Hal ini disinyalir merupakan tindakan balas dendam yang dilakukan pemerintah atas gelombang protes atas hinaan terhadap Nabi Muhammad SAW oleh elit partai Sayap kanan India.
Pemerintah sayap kanan di kota Prayagraj Uttar Pradesh memerintahkan polisi anti huru-hara membuldozer rumah salah satu aktivis Muslim India yang terkenal, Afreen Fatimah. Dalam waktu singkat, rumah dua lain itu menjadi puing-puing.
Di antara warga sekitar, ada poster yang berbunyi: “Ketika ketidakadilan menjadi hukum, perlawanan menjadi kewajiban.”
Sebelumnya, kelompok Aktivis Muslim mengadakan protes besar di beberapa kota untuk menuntut penangkapan pejabat sayap kanan penghina Nabi Muhammad SAW.
Dua remaja tewas dan puluhan lainnya terluka dalam protes tersebut. Ratusan pengunjuk rasa ditangkap.
Video yang merekam protes di Prayagraj, yang sebelumnya dikenal sebagai Allahabad, pada hari Jumat tersebut terlihat diwarnai kekerasan di beberapa tempat.
Bahkan polisi berkali-kali menembakkan gas air mata dan memukuli demonstran.
Ketua Menteri Uttar Pradesh Yogi Adityanath memerintahkan para pejabat daerah untuk menghancurkan setiap tempat "ilegal" dan rumah orang-orang yang dituding terlibat aksi demonstrasi.
“Buldozer telah menjadi simbol kekerasan yang ditargetkan pada Muslim di India, bukan atas dasar pelanggaran hukum," kata Fawaz Shaheen, seorang aktivis Mahasiswa Islam India, dikutip dari Al Jazeera, Selasa 14 Juni.
"Tetapi sebagai hukuman kolektif yang berusaha untuk menurunkan nyali, dan menghalangi siapa pun yang mempertanyakan pemerintah,” tambah Fawaz.
Media sosial India pun ramai dengan hujatan kepada pemerintah dan dukungan terhadap Fatimah dan keluarganya dengan tagar #StandwithAfreenFatima.
Fatimah menjadi terkenal selama protes nasional yang dipimpin oleh kelompok-kelompok Muslim.
Terlebih saat menuntut pencabutan undang-undang kewarganegaraan kontroversial yang disahkan oleh pemerintah Modi pada akhir 2019.
Fatimah berafiliasi dengan kelompok mahasiswa yang disebut Gerakan Persaudaraan. Ia juga terpilih sebagai presiden serikat mahasiswa perempuan di Universitas Muslim Aligarh, lembaga minoritas terbesar India yang berbasis di Uttar Pradesh.
Fatimah juga pernah terpilih sebagai anggota dewan di serikat mahasiswa Universitas Jawaharlal Nehru New Delhi di mana ia menyelesaikan studi masternya pada 2021 lalu.