Djawanews.com – Gondokusuman-Pertunjukan penutup bertema Sastrastri menjadi Puncak Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2023 pada Sabtu (28/10) di lapangan SMA Stella Duce 1 Kotabaru Yogyakarta.
Panggung Sastrastri atau sastra putri memberikan ruang khusus bagi perempuan untuk bersastra. Semua pertunjukan dijalankan dan dipentaskan oleh perempuan di depan dan di belakang layar. Bernuansa cantik namun sedikit sendu. Menggambarkan semua tentang wanita sebagai sosok yang kokoh, mandiri, dan bersahaja. Perjalanan acara mengalir, dipandu sebagai sequence seperti dalam film.
Di awal acara Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Yetti Martanti, S.Sos., M.M. muncul sebagai “Ibu Budaya”, melanjutkan dari panggung pembukaan lalu, dan menutup FSY 2023.
Sebagai "Ibu Budaya" Yetti membacakan puisi yang berjudul 'Perempuan-perempuan Bercahaya' dengan diiringi sorot lampu mempesona, yang semakin menghangatkan suasana malam itu.
Panggung Sastrastri dilanjutkan dengan penampilan 6 (enam) orang penari Bethari Paramastri, dan pembacaan puisi oleh para pemenang sayembara. Usai sesi penyerahan hadiah sayembara, Pj Wali Kota Yogyakarta pun turut membaca puisi.
Penampilan teater Gaduh Sirep semakin menyemarakkan malam sastra milik perempuan ini. Riuhnya penampil siswi-siswi SMA Stella Duce 1, memberikan suasana segar ala anak muda. Nuansa kedamaian dalam toleransi tersirat dari ”Doa Untuk Langit dan Bumi” yang dilantunkan oleh ibu-ibu hadroh Kotabaru dan suster-suster ADM (Amal Kasih Darah Mulia) Kotabaru.
Seakan tanpa sekat, para pegiat sastra dari kalangan remaja, dewasa, hingga kawakan sekalipun tampak membaur menjadi satu. Di penghujung acara, penonton yang berjumlah ratusan dimanjakan dengan penampilan musik dari Olski band.
Yetti mengatakan FSY adalah bukti dari kekuatan kolaborasi dan semangat bersama dalam melestarikan sastra dengan mendekatkannya ke masyarakat.
”Kami berharap festival sastra ini dapat berkembang lebih baik, semakin meneguhkan Jogja sebagai ibukota sastra. FSY semakin memberikan inspirasi dan motivasi kepada masyarakat untuk produktif dalam berkreasi sastra”.
”Jogja itu pionir dan gudangnya sastrawan, tempat lahirnya banyak sastrawan untuk Indonesia. Melalui Festival sastra masyarakat lebih paham bahwa sastra itu ternyata meliputi semua aspek dalam kehidupan, termasuk budaya unggah-ungguh, toleransi juga bergotong royong”.
"Setiap tahunnya, festival ini menciptakan ruang pertemuan yang tak ternilai, tempat sastrawan dan seniman berbagi gagasan, menginspirasi satu sama lain, dan mengukir jejak yang akan terus berlanjut di masa depan," bebernya.
"Di sini semua kita persatukan. Karena sastra harus bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat," katanya.
Sementara itu Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo,S.H,M.Ed. sangat mengapresiasi dan menyambut baik acara tersebut. Menurutnya dengan gelaran FSY ini menjadi bukti adanya kolaborasi sastra dari berbagai lapisan dan sudut pandang dalam membangun budaya dan citra bangsa.
"Kehadiran FSY telah menciptakan sebuah suasana di Kota Yogya, yang selalu menghadirkan kenangan tertinggal, menjadikan kita sebagai bagian dan satu ikatan yang saling merindu atau mengukir sebuah cerita baru," ungkapnya.
Orang nomor satu di Kota Yogya ini berharap gelaran FSY dapar menghibur, sekaligus menginspirasi, serta menggugah masyarakat untuk lebih menghargai dan menjaga warisan budaya, supaya tetap lestari.
"Antusiasme sastrawan-sastrawan muda di sini luar biasa sekali. Ini menunjukkan, bahwa sastra bukan sesuatu yang sulit dijangkau," pungkasnya.
Dalam acara tersebut juga diserahkan hadiah bagi para pemenang sayembara puisi nasional. Sayembara ini diikuti oleh 1236 peserta dengan 3700 karya, dari seluruh Indonesia. Juri yang teridir dari Joko Pinurbo, Ramayda Akmal dan Ni Made Purnamasari ini telah memutuskan 5 (lima) pemenang utama.
Juara pertama di raih oleh Nermi Silaban degan karya berjudul Pariwara Malam Jogja.
Juara kedua diraih oleh Polanco Surya Achri dengan karya berjudul Perjumpaan Pertama Panembahan Senopati ing Ngalaga dengan Ki Ageng Mangir Muda Ki Ageng Wanabaya. Sedangkan juara ketiga diraih oleh Mustafa Ismail dengan karya berjudul Di Kedai Mie Jawa.
Untuk juara harapan satu dan dua diraih oleh Ramoun Apta dengan karya berjudul Yogyakarta 1000 Tahun yang Akan Datang, dan Andria Septy dengan karya berjudul Lensa Nieuwe Wijk Yogya.