Djawanews.com – Kurikulum 2022 akan menghapus jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini menjadi bukti kebiasaan yang terjadi sejak dulu, seringnya mengganti kurikulum Pendidikan.
Anandito Aditomo, selaku Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek melalui laman Instagram resminya @ninoaditomo menjelaskan kurikulum baru di tahun 2022, Anandito mengatakan, nantinya perserta didik akan diberi kebebasan untuk memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, serta aspirasi belajar mereka.
Meski begitu, akan tetap ada mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh peserta didik. Mata pelajaran wajib tersebut diantaranya Pendidikan Agama, PKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Seni Musik, Penjaskes, dan Sejarah.
Lebih lanjut, Anandito mencontohkan, ada siswa yang memiliki minat menjadi dokter, maka bisa memilih mata pelajaran sesuai minatnya seperti Biologi, Kimia dan juga Sosiologi. Tanpa meninggalkan mata pelajaran wajib.
Kepala BSKAP yang akrab disapa Nino dalam laman instagramnya menuliskan bahwa “Kurikulum prototipe sedang diterapkan secara terbatas di 2500-an sekolah di seluruh Indonesia melalui Program Sekolah Penggerak. Yang mungkin belum banyak diketahui publik adalah bahwa sekolah-sekolah peserta program ini mencerminkan keragaman yang ada dalam sistem Pendidikan kita. Sebagian besar adalah sekolah yang “biasa” saja. Bukan sekolah yang biasa dianggap favorit atau unggul. Bukan sekolah yang punya fasilitas yang berlebih. Banyak yang justru kekurangan secara sarana-prasarana. Sebagian juga berada di daerah tertinggal”.
Dalam perayaan Hari Guru Nasional 25 November lalu, Nadiem Makarim selaku Kemendikbudristek menyampaikan, akan menawarkan kurikulum yang lebih fleksibel. Kurikulum tersebut akan lebih berfokus pada materi yang esensial, tidak terlalu padat materi. Hal ini menjadi penting agar pengajar atau guru memiliki waktu untuk pengembangan karakter dan kompetensi diri, tidak hanya sekadar kejar tayang materi yang ada pada buku teks.
Dalam laman instagram resminya @ninoaditom, Anandito Aditomo juga menuliskan, “Penerapan secara terbatas merupakan tahap penting dalam pengembangan kurikulum. Uji coba di sekolah yang beragam memastikan bahwa kurikulum yang sedang dikembangkan memang bisa diterapkan di beragam kondisi. Uji tersebut juga akan memberikan insight tentang bagaimana guru memaknai dan menerapkan sebuah kurikulum. Artinya, kurikulum dievaluasi oleh aktor paling penting: para guru! Dan evaluasi itu dilakukan dalam konteks nyata. Ini melengkapi model uji publik yang biasanya didominasi oleh akademisi dan pengamat yang hanya melihat dokumen kurikulum saja.”
Kurikulum 2022 ini bisa dibilang akan mengakhiri sistem penjurusan yang mulai diterapkan sejak awal kemerdekaan Indonesia.
Lalu, bagaimana awal mula penerapan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di Indonesia?
Perubahan Sistem Penjurusan
Dikutip dari Profil SMA, dari Masa ke Masa yang diterbitkan Kemristekdikti, penjurusan SMA diperkenalkan pertama kali pada tahun 1950 yaitu di era Republik Indonesia Serikat (RIS). Saat itu Menteri Pengajaran Abu Hanifah, mengubah Sekolah Oemoem Atas (SMOA) menjadi SMA. Dalam waktu bersamaan, ia juga mengenalkan tiga kategori SMA yaitu SMA A (Bahasa), SMA B (Ilmu Pasti dan Ilmu Alam), dan SMA C (Ilmu Sosial).
Saat pergantian Menteri Pendidikan tiga jurusan tersebut tidak berubah: bagian A (sastra); B (ilmu pasti dan ilmu alam); dan C (yuridis dan ekonomi). Ketiga jurusan tersebut terpisah sejak awal kelas I SMA dan tidak ada integrasi dari ketiga bagian tersebut selama siswa menempuh Pendidikan.
Kurikulum SMA 1952 secara jelas tidak menawarkan program pendidikan umum ataupun yang dikategorikan sebagai program pendidikan umum. Beberapa mata pelajaran yang arahnya hanya untuk pembinaan keharmonisan kepribadian para siswa di Kurikulum 1952. Namun tidak sepenuhnya memenuhi kriteria sebagai pendidikan umum.
Pada Kurikulum 1964, terdapat perubahan jurusan dan dibagi menjadi empat jurusan yaitu Budaya, Sosial, IPA dan Ilmu Pasti. Selain itu, Kurikulum 1964 juga memiliki tujuan yang lebih kompleks, karena tidak hanya untuk meneruskan ke perguruan tinggi namun untuk terjun ke semua bidang kehidupan yang ada di masyarakat.
Kelompok jurusan kembali diubah pada Kurikulum 1968. Saat itu hanya ada dua jurusan yaitu jurusan Ilmu Pasti dan Ilmu Pengetahuan Alam dan jurusan Sastra-Sosial Budaya.
Pada Kurikulum SMA 1975 tepatnya di era Orde Baru dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Syarief Thayeb, jurusan di SMA diubah menjadi seperti yang kita kenal saat ini yaitu IPA, IPS, dan Bahasa. Kurikulum yang dibuat berorientasi pada tujuan.
Namun pada Kurikulum 1984, istilah jurusan diubah menjadi program. Sebut saja program A1 untuk Fisika, A2 untuk Biologi, A3 untuk Ekonomi dan A4 untuk Bahasa dan Budaya.
Pergantian kembali terjadi pada 1994. Istilah SMA diubah menjadi Sekolah Menegah Umum (SMU). Jika sebelumnya penjurusan dilakukan sejak awal, pada 1994 penjurusan diubah menjadi pada kelas II akhir.
Penjurusan tersebut bertujuan agar siswa dapat belajar mata pelajaran Sains, Matematika, dan Bahasa serta mata pelajaran lainnya yang menanamkan cara berpikir saintifik saat kelas I dan II. Selain itu, cara tersebut juga menghindari hanya siswa-siswa jurusan IPA yang berpeluang masuk Perguruan Tinggi.
Pada 2004, SMU kembali menjadi SMA. Tujuan pembelajaran yang sebelumnya lebih ditekankan untuk hasil akhir dan jiwa pekerja diubah menjadi agar lebih manusiawi, dewasa, dan memiliki pengetahuan yang lebih. Setelah berbagai diskusi dilakukan, lahirlah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Perubahan kurikulum tersebut membuat penjurusan di SMA dilakukan saat siswa berada di kelas II dan jurusan terdiri atas IPA, IPS, dan Bahasa. Dan, pada tahun 2022 mendatang, sistem penjurusan tersebut akan sepenuhnya ditiadakan.
Melanggengkan Kebiasaan Gonta-Ganti Penjurusan SMA
Dilansir dari VOI, Ubaid Matraji, selaku Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, melihat rencana Kurikulum 2022, mengatakan, "Ini memperpanjang kebenaran fenomena ganti menteri ganti kurikulum,".
Dari sumber yang sama, pergantian kurikulum seperti ini juga pernah disoroti Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi. Menurutnya hal ini justru menjadi salah satu penyebab mutu pendidikan Indonesia tidak kunjung membaik.
Hal itu terbukti dari skor PISA Indonesia yang sampai sekarang berada di 10 besar terbawah di dunia. "Kita punya kurikulum 2013, diganti lagi. Ganti lagi dan diam-diam diimplementasikan di beberapa puluh ribu sekolah penggerak. Apa bedanya? Tidak ada," kata Unifah dalam webinar "Temu Ilmiah Nasional Guru: Literasi Digital dalam Penerapan Merdeka Belajar untuk Membangun SDM Unggul" yang dikutip Jurnas.
Alih-alih mengganti kurikulum, menurut Unifah sebaiknya pemerintah konsisten melanjutkan kurikulum yang sudah ada. Unifah bilang, masih banyak persoalan yang perlu dibenahi supaya ekosistem pendidikan jadi lebih baik.
"Yang jelek diperbaiki, bukan selalu diganti. Lalu dengan enaknya mengatakan ini (masalah mutu) karena gurunya. Padahal kita tahu, banyak persoalan yang dibenahi supaya ekosistem pendidikan jadi lebih baik."
"Kampus dan sekolah harus mulai mempersiapkan bukan hanya hard skill, yakni bagaimana menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan mulai dari level PAUD sampai perguruan tinggi, tapi mulai membentuk bagaimana ekosistem pendidikan," kata Unifah.
Jika semua materi yang dianggap penting oleh sebagian orang, harus masuk dalam kurikulum, yang menjadi korban adalah peserta didik. Kurikulum yang terlalu padat akan mendorong pengajar atau guru untuk sekadar kejar tayang. Guru dipaksa mengandalkan ceramah, tanpa ada interaksi di dalam kelas. Tanpa melibatkan siswa untuk berpikir, agar lebih memahami materi ajar. Tugas-tugas nantinya akan menumpuk, namun tidak ada feedback yang bermakna. Peserta didik juga diperbolehkan untuk meramu sendiri kombinasi mata pelajaran yang sesuai dengan minatnya. Sehingga belajar akan menjadi proses yang menyenangkan bagi peserta didik.
Dapatkan berita menarik lainnya serta berita terbaru setiap harinya, hanya di Djawanews. Jangan lupa ikuti Instagram Djawanews.