Djawanews.com – Dugaan bahwa langkah Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang mengembalikan kebijakan era Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait posko pengaduan di Balaikota sebagai sebuah kemunduran. Hal tersebut juga dianggap merusak sistem dan tatanan yang ada.
Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, sebuah kemunduran jika semua aduan masyarakat berujung dan diselesaikan oleh Pj Gubernur DKI, yakni dengan Heru Budi kembali membuka posko pengaduan yang sebelumnya telah dihilangkan oleh Anies Baswedan dan digantikan melalui pengaduan online.
"Publik melihat sistem harus berjalan dengan sebagaimana mestinya. Di pemerintahan itu ada kewenangannya masing-masing. Kalau kemudian semua berujung di Pj Gubernur, maka selain akan merusak sistem dan tatanan, juga terkesan Pj Gubernur One Man Show dalam menjalankan pemerintahan daerah," ujar Saiful pada Rabu, 19 Oktober.
Heru Budi Hartono Rusak Tatanan Sistem?
Karena menurut akademisi Universitas Sahid Jakarta ini, semua sudah digariskan oleh peraturan perundang-undangan tentang batasan kewenangan mulai dari RT, RW, Lurah, hingga kepala daerah. "Kalau semua diborong Pj Gubernur, tandanya sistem tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya," kata Saiful.
Saiful menilai, penggunaan sistem aplikasi pengaduan seperti yang dibangun era Anies Baswedan jauh lebih efektif dan efisien, daripada harus ke Balaikota Pemprov DKI Jakarta yang diaktifkan kembali oleh Heru Budi. Di mana, terdapat 14 kanal pengaduan resmi yang disediakan Pemprov DKI.
"Selain bikin sesak Pemprov juga tidak produktif, apalagi misalnya harus dilakukan oleh Pj Gubernur secara langsung, masih banyak hal-hal penting selain harus diselesaikan daripada hanya aduan masyarakat," pungkas Saiful soal kebijakan Heru Budi.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.