Djawanews.com – Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menilai adanya aduan dari Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta yang melaporkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ke Komnas Perempuan merupakan risiko dari dimulainya tahun politik.
"Ini kan tahun politik. Di situ ibu (Megawati) mengatakan 'maaf, beribu maaf'," kata Hasto di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis 23 Februari.
Hasto bilang, dalam kesempatan itu, Megawati sebenarnya menyoroti soal kasus stunting pada anak di Indonesia yang angkanya terhitung masih tinggi.
Padahal pemerintah sudah banyak membuat program penurunan angka stunting. Namun, di sisi lain, Megawati menyoroti perhatian ibu-ibu yang kurang memperhatikan gizi anaknya.
"Ibu menyampaikan suatu potret bagaimana perhatian ibu-ibu terhadap stunting itu menjadi kurang. Buktinya, setelah Pak Jokowi melakukan berbagai upaya pun kita masih 22 persen yang terkena stunting," ucap Hasto.
Oleh karena itu, DPP PDIP menilai tak perlu memberi klarifikasi kepada Komnas Perempuan terhadap aduan yang ada. Lagipula, video pidato Megawati terkait hal tersebut sudah cukup untuk meluruskan permasalahan.
"Kan sebutan ibu ada secara menyeluruh," kata Hasto.
Hasto lantas mengajak semua pihak untuk melihat konteks pernyataan Megawati secara menyeluruh terkait stunting. Mulai dari gizi untuk anak, pendidikan, hingga mempersiapkan basis keluarga yang kuat.
"Jadi bukan pada masalah pengajiannya. Itu suatu hal yang penting dikatakan dalam sambutan ibu 'saya pun ikut pengajian'. Sehingga hendaknya mereka melihat secara komprehensif terhadap apa yang disampaikan ibu Mega. Dan juga melihat dengan tema-temanya," papar Hasto.
Sebelumnya, Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta melaporkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ke Komnas Perempuan. Megawati juga dituntut ikut pelatihan soal keadilan gender.
Hal ini terkait pernyataan Megawati soal ibu-ibu saat ini yang dianggap getol ikut pengajian.
“Kami memandang pernyataan resmi tersebut diduga ada pelabelan negatif pada komunitas perempuan di Indonesia dalam hal ini ibu-ibu pengajian dengan melabeli menelantarkan anak dan tidak mampu memanajemen rumah tangga," demikian disampaikan koordinator Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta, Tri Wahyu, Rabu (22/2).
Menurut Tri, ucapan itu bentuk ketidakadilan gender khususnya pelabelan atau stereotype.
“Publik selama ini tidak pernah mendapat publikasi dari BPIP, BRIN, BKKBN, Kemeneg PPA, organisasi perangkat daerah yang membidangi perlindungan anak terkait data aktor penelantaran anak dari ibu-ibu komunitas perempuan di Indonesia dalam hal ini ibu-ibu pengajian,” tuturnya.
Atas ucapan Mega itu, Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta mengirim laporan ke Komnas Perempuan. Selain itu, pegiat HAM Yogyakarta juga meminta Komnas Perempuan RI agar bekerja sama dengan BPIP dan BRIN mengadakan pelatihan keadilan gender pada pejabat, termasuk Megawati.
“Ini untuk mencegah pejabat publik melakukan praktik bentuk ketidakadilan gender termasuk pelabelan negatif,” katanya.
Diketahui, pada 16 Februari 2023 di acara ‘Kick off Pancasila dalam Tindakan Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, KekerasanSeksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana kegiatan oleh BPIP, BRIN, BKKBN dll , Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN itu melempar pernyataan kontroversial.
"Saya lihat ibu-ibu tuh ya, maaf ya, sekarang kan kayaknya budayanya, beribu maaf, jangan lagi nanti saya di-bully, kenapa toh senang banget ngikut pengajian. Iya lho, maaf beribu maaf," kata Mega.
"Saya sampai mikir gitu, ini pengajian ki sampai kapan to yo, anakke arep diapake (anaknya mau diapain?)" kata Megawati.