Djawanews.com – Lahan TNI AL (Angkatan Laut) seluas 33 hektare di Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara diklaim oleh sejumlah pihak. Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Laksamana Muda (Laksda) Nazali Lempo menegaskan lahan TNI AL itu mulai diklaim sejak tahun 1996.
Pada masa itu, lahan TNI AL digugat oleh tujuh pihak. Dari ketujuh penggugat tersebut, enam di antaranya kalah dan tersisa satu orang yang berhasil memenangkan gugatan.
“Jadi, kami tinggal satu menghadapi (penggugat) Soemardjo. Dulu Soemardjo ini kalah, tapi pas perjalanan waktu, tahu-tahunya ia bisa menang,” kata Nazali dalam keterangannya pada Kamis, 11 November.
Menurut Nazali, ternyata Soemardjo menggunakan dokumen palsu untuk mengklaim lahan tersebut. Ini dibuktikan lewat pemeriksaan yang dilakukan oleh Labkrim Puslabfor Bareskrim Polri.
“Setelah dicek, kok ada gross akte dua. Kami laporkan ke Bareskrim, setelah diselidiki Puslabfor Mabes Polri ternyata yang punya TNI AL itu identik. Jadi, bahasa hukumnya punya kami tuh asli, tapi punya dia tidak identik, tidak asli,” ungkap Nazali.
Karena gugatan yang diajukan Soemardjo lolos, maka dia pun mulai melakukan eksekusi atas lahan tersebut. Namun, eksekusi tersebut gagal.
Nazali memamaparkan eksekusi itu gagal bukan karena TNI AL melawan dengan cara kekerasan. Melainkan, karena tanah itu adalah milik negara, sehingga eksekusi tak bisa dilakukan.
Diketahui, memang ada peraturan yang menyatakan bahwa jika sebuah lahan terdaftar sebagai aset negara tidak boleh dipindahtangankan ke pihak manapun.
“Masa pada era seperti ini, markas TNI AL bisa kalah sama oknum. Yang benar saja, hukumnya di mana? Prajurit tidak bakal terima karena kami punya dokumen lengkap,” ucap Nazali.
Singkat cerita, Soemardjo selaku pihak yang mengklaim lahan tersebut meninggal dunia. Namun, sengketa ternyata tak berhenti. Klaim atas lahan TNI AL itu kemudian dilanjutkan oleh seseorang bernama Muhammad Fuad. Ia disebut membeli lahan tersebut dari tangan Soemardjo.
Bahkan, Fuad pun turut mengklaim tanah milik warga bernama Yudi Astono seluas 8,5 hektar yang lokasinya berdekatan.
“Diteruskan oleh Pak Fuad. Pak Fuad ini berperkara dengan Pak Yudi, ngakunya ia kuasa hukumnya (kuasa hukum Soemardjo). Tapi, ditempat kami, Pak Fuad ini (ngakunya) membeli dari Pak Soemardjo,” kata Nazali.
Selanjutnya, Nazali menuturkan perkara antara Fuad dan Yudi ini masih berproses. Ia melanjutkan bahwa Fuad akan segera menjalani sidang tuntutan atas penggunaan dokumen palsu untuk mengklaim tanah milik Yudi.
“Itu sudah dinyatakan palsu oleh Bareskrim. Jadi, saya enggak habis pikir, dokumen palsu bisa mengalahkan dokumen yang asli,” ujarnya.
Secara hukum dokumen asli dan palsu harusnya mengalami pengecekan jika terjadi sengketa lahan. Namun, memang sangat aneh apabila dokumen palsu bisa mengalahkan dokumen asli hingga lahan TNI AL tersebut berhasil direnggut dan jatuh ke tangan oknum mafia tanah.