Djawanews.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah memutuskan dan mengumumkan pembukaan keran ekspor batu bara secara bertahap. Keputusan tersebut tentunya lebih cepat dari kebijakan awal di mana larangan ekspor batu bara berlaku sejak 1 Januari hingga 31 Januari.
Keputusan ini diambil setelah diadakannya rapat selama lima hari berturut-turut sejak Kamis (6/01) hingga kemarin, Senin (10/01). Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pencabutan 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan batu bara pada Kamis siang (06/01) karena dipicu kekisruhan kondisi pasokan batu bara untuk kepentingan dalam negeri, sore harinya Luhut pun langsung bergerak dengan mengadakan rapat koordinasi (rakor) dengan sejumlah menteri terkait, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, serta para pelaku usaha pertambangan batu bara dan juga PT PLN (Persero).
Pada hari pertama rakor tersebut, Luhut menyebut bahwa pihaknya hanya baru mendengar usulan dari berbagai pihak terkait isu tata kelola pemenuhan batu bara di dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) dan membahas formula DMO yang akan ditentukan nantinya.
Pada saat itu dirinya pun menyebut bahwa masa darurat kondisi batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri sudah terlewati.
“Besok kita lanjut rapat itu. Kita bagi dua pemenuhan sekarang dan nanti penyelesaian permanen. Yang sekarang itu sudah nggak ada masalah emergency-nya sudah terlewati. Ada sedikit item yang mau kita selesaikan, besok tim akan bekerja. Kemudian juga sekaligus tadi formula baru kami usulkan, dipelajari tim by besok jam 2 harus kita putuskan,” jelasnya kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Kamis (06/01).
Pada hari keesokannya, Jumat (07/01), rapat pun kembali dilanjutkan, namun dirinya masih enggan mengungkapkan detail isi rapat karena rapat masih terus berlanjut hingga keesokan harinya.
Selama akhir pekan pun rakor dikabarkan masih tetap berlanjut, namun sayang masih belum ada keputusan. Akhirnya, kemarin, Senin (10/01), Luhut pun buka suara terkait hasil rapat yang dipimpinnya tersebut.
Ditemui wartawan di kantornya, Senin (10/01), Luhut mengungkapkan bahwa kondisi pasokan batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri telah membaik. Jumlah cadangan batu bara untuk pembangkit listrik pun sudah mengarah ke 25 hari.
“Jadi kita masih lihat, sekarang yang pertama sudah semua baik, jumlah hari itu kita sudah bertahap bisa 15 hari mengarah ke 25 hari, untuk cadangan (batu bara untuk pembangkit),” tuturnya saat ditemui wartawan di kantornya, Senin (10/01).
Dengan kondisi cadangan batu bara untuk pembangkit listrik dalam negeri, Luhut Binsar mengatakan bahwa rapat memutuskan bahwa keran ekspor akan segera dibuka bertahap. Namun sebenarnya masih tidak jelas, apakah ekspor sudah dibuka Senin malam atau dimulai Rabu (12/01).
Pasalnya, ada belasan kapal yang sudah diisi batu bara yang telah diverifikasi Senin malam bisa dilepas. Namun, berikutnya dia menambahkan bahwa ekspor dibuka bertahap mulai Rabu.
“Nanti ada beberapa belas kapal yang diisi batu bara telah diverifikasi malam ini telah dilepas. Kemudian, nanti kapan mau dibuka ekspor bertahap dimulai Rabu,” tuturnya kepada wartawan di kantornya, Senin (10/01).
Luhut Binsar Sebut Ada Beberapa Kapal Ekspor Batu Bara yang Sudah Dibayar
Begitu juga dengan keterangan resmi Kemenko Marves Senin malam menyebut bahwa 14 kapal yang diisi batu bara dan sudah dibayar pihak pembeli agar “segera” di-release untuk bisa ekspor. Dalam keterangan resmi kementerian tidak disebutkan secara pasti waktu pembukaan ekspor, melainkan hanya “segera”.
“Per hari ini, Senin (10/01), melihat kondisi suplai PLN yang sudah jauh lebih baik, untuk 14 kapal yang sudah memiliki muatan penuh batu bara, dan sudah dibayar oleh pihak pembeli, agar segera di-release untuk bisa ekspor. Jumlah kapal ini harus diverifikasi oleh Ditjen Minerba dan Ditjen Perhubungan Laut (Hubla). Bakamla juga perlu melakukan pengawasan supaya jangan sampai ada kapal yang keluar di luar list yang sudah diverifikasi oleh Ditjen Minerba dan Hubla,” bunyi salah satu keputusan rakor yang merupakan titah dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, seperti dikutip dari keterangan resmi Kemenko Marves, Senin (10/01).
Selain itu, dalam keterangan resmi kementerian juga menyebutkan bahwa untuk tongkang-tongkang yang memuat batu bara untuk ekspor, tetap diarahkan untuk memenuhi kebutuhan PLTU-PLTU yang masih membutuhkan suplai. “Jadi belum diperbolehkan untuk melakukan ekspor,” ucap keterangan resmi tersebut.
Hasil rapat pun memutuskan bahwa pemerintah akan mengevaluasi kembali untuk pembukaan ekspor pada hari Rabu (12/01). Ada beberapa hal yang perlu dipelajari oleh tim lintas Kementerian/Lembaga (Kemendag, Kemenko Marves, Kemen ESDM, dan PLN) untuk diputuskan sebelum ekspor dibuka sebagai berikut:
- Bagaimana mekanisme ekspor ini akan dibuka terkait pemenuhan DMO?
- Bagaimana ekspor untuk perusahaan batu bara yang tidak memiliki kontrak dengan PLN atau yang spesifikasi batu baranya tidak dibutuhkan PLN?
“Sehingga pada hari Rabu, jika pembukaan ekspor diputuskan, tetap akan dilakukan secara gradual.”
Selain itu, Luhut juga memerintahkan 14 hari sejak ekspor dibuka, seluruh kontrak batu bara untuk PLN (termasuk IPP) di tahun 2022 sudah bisa dipastikan beserta dengan alokasi per bulan untuk masing-masing supplier batu bara dan alokasi ke PLTU-nya. Pemenuhan atas DMO ini agar dievaluasi setiap bulan oleh Kementerian ESDM.
Seperti diketahui, sebelumnya Kementerian ESDM mengeluarkan kebijakan melarang ekspor batu bara selama 1 Januari-31 Januari 2022, menyusul kritisnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik dalam negeri. Tiga negara setidaknya sudah mendesak RI untuk membuka keran ekspor batu baranya lagi, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) pun menyebutkan larangan ekspor batu bara ini bisa berdampak pada terganggunya produksi batu bara nasional sebesar 38-40 juta metrik ton (MT) per bulan, pemerintah bakal kehilangan devisa hasil ekspor sekitar US$ 3 miliar per bulan, kehilangan pendapatan dari pajak dan non pajak seperti royalti, hingga deklarasi keadaan kahar atau force majeure secara masif dari produsen batu bara karena tidak dapat mengirimkan batu bara ekspor kepada pembeli yang terkontrak.
Dapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.