Djawanews.com – Menteri Koordinator bidang Investasi dan Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyeret Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti ke meja hijau. Fatia sendiri mengklaim pihaknya bersama pengacara dan aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar telah memiliki bukti cukup kuat.
Perseteruan antara Luhut dan kedua aktivis HAM itu diketahui masih berlanjut. Luhut Binsar melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik. “[Yakin ke meja hijau], kuat malah. Iya, ada temuan bukti-bukti baru,” kata Fatia kepada wartawan di bilangan Jakarta Pusat, Sabtu, 22 Januari.
Fatia menjelaskan seharusnya kasus serupa seperti mempublikasikan riset di khalayak publik tidak bisa dijerat pidana. Ia awalnya berharap pihak Luhut mampu melawan dengan membawakan data pembanding, namun hingga kini belum diamini. Sehingga apabila pilihan Luhut ke meja hukum, Fatia mengaku siap menjalani segala proses.
Laporan Luhut Binsar Pandjaitan ke Pengadilan Terkait Pencemaran Nama Baik
Sebagaimana diketahui, laporan Luhut tersebut buntut video yang diunggah di akun Youtube dengan judul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!” yang berisi perbincangan antara Haris dan Fatia.
Haris dan Fatia dilaporkan buntut pernyataan bahwa PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Luhut diketahui adalah salah satu pemegang saham di Toba Sejahtera Group.
“Karena justru di ranah pengadilan itu menjadi mungkin ya sekarang, menjadi satu-satunya jalan untuk kami membuktikan ke publik seterang-terangnya terkait fakta dan situasi yang ada,” kata dia.
Fatia juga mengaku pihaknya tidak akan minta maaf kepada pihak Luhut Binsar lantaran apa yang disampaikannya berbasis data. Ia juga meminta pihak kepolisian dalam proses penyidikan untuk tetap transparan dan adil. Fatia juga memastikan pihaknya tidak pernah mangkir dari panggilan pemeriksaan lantaran takut membuktikan riset mereka. Namun, berdasarkan hukum, seorang saksi berhak untuk meminta penundaan, dan mereka telah memberikan surat secara resmi kala itu.
“Jadi sebenarnya kami terbuka untuk membentuk diskusi yang berbasiskan data, kalau misal memang tidak mau lanjut ke ranah pidana. Tapi kalau pilihannya Pak Luhut Binsar tetap kekeh, ya kita juga nerimo lah gitu, tapi dengan catatan prosesnya harus adil,” ujarnya.
Dapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.