Djawanews.com – Ketua Komisi Pemberentasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tidak khawatir dengan adanya pemangkasan hukuman minimal untuk koruptur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR. Menurut Firli, KPK tetap memiliki kewenangan dan aturannya sendiri yaitu UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
Hal itu menanggapi Pasal 603 dalam KUHP baru yang menjadi sorotan karena pelaku korupsi hanya bisa dihukum penjara minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun.
"Kita tidak ada kekhawatiran, boleh saja silakan ada pasal pasal tertentu yang mengatur tentang bisa yang disebut korupsi di KUHP, tapi kita punya undang-undang tersendiri tentang tindak pidana korupsi dan itu kita punya kewenangan," kata Firli dikutip dari YouTube KPK RI, Kamis, 8 Desember.
Firli menyebut lembaganya berbeda dengan aparat penegak hukum lain dalam menindak kasus korupsi. Ada klausul yang menyebut penegak hukum bekerja berdasarkan tugas dan kewenangannya.
Sehingga, ketentuan di KPK tak bisa disamakan dengan aparat lainnya. "Ketentuan di dalam bab tindak pidana khusus dalam uu ini disebutkan, begitu, dilaksanakan oleh lembaga negara penegak hukum berdasarkan tugas dan keweanangan yang diatur dalam undang-undang masing-masing," ujar eks Deputi Penindakan KPK itu.
Lebih lanjut, Firli memastikan lembaganya akan tetap menyikat pejabat maupun swasta yang korup. KUHP baru tak akan mengubah dan mengganggu cara kerja komisi antirasuah.
"Tidak mengganggu terkait dengan penegakan hukum khususnya pemberantasan tipikor," tegasnya.
Sebelumnya, DPR menyetujui RKUHP untuk disahkan menjadi undang-undang. Persetujuan ini diberikan melalui Rapat Paripurna yang digelar pada Selasa, 6 Desember.
"Apakah RUU KUHP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa 6 Desember.
Dasco mengatakan seluruh fraksi sudah menyatakan pendapat di tingkat I terkait RKUHP untuk dibawa dalam Rapat Paripurna DPR untuk pengambilan keputusan.