Djawanews.com - Sebuah stasiun TV swasta mengundang Saipul Jamil datang ke acara mereka tidak berapa lama setelah bekas napi pencabulan itu keluar dari penjara. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan stasiun TV supaya jangan sampai penayangan Saipul Jamil itu membuka kembali trauma dari korban pelecehan.
"Kami berharap seluruh lembaga penyiaran memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus yang telah menimpa yang bersangkutan dan sekaligus tidak membuka kembali trauma yang dialami korban," ucap Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dalam siaran persnya Senin, 6 September 2021.
KPI sudah meminta seluruh lembaga penyiaran televisi untuk tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi atau membesar-besarkan dengan mengulang dan membuat kesan merayakan tentang pembebasan Saipul Jamil dalam isi siaran.
Salah satu TV swasta nasional mengundang Saipul ke acara mereka bertajuk 'Kopi Viral'. Acara ini sudah diupload juga ke Channel resmi televisi ini dengan judul bombastis 'MASYAALLAH, INI KISAH PILU SAIPUL JAMIL SELAMA DI PENJARA | KOPI VIRAL (3/9/21) P1'.
Ketika dipantau redaksi djawanews, video ini di-upload 3 September. Berarti ketika petisi boikot Saipul Jamil baru dimulai. Hingga pukul 18.00 WIB, video ini sudah ditonton lebih dari 700 ribu view. Tetapi mayoritasnya memberi tanda dislike.
Dalam kolom komentar channel ini, warganet juga ramai-ramai menyayangkan televisi ini yang akhirnya malah mau mengundang Saipul yang baru saja selesai menjalani masa hukuman akibat terbukti mencabuli korban yang tinggal di rumahnya. Korban saat itu masih usia dini.
KPI juga meminta lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati dalam menayangkan muatan-muatan perbuatan melawan hukum atau yang bertentangan dengan adab dan norma seperti penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba dan tindakan melanggar hukum lainnya yang dilakukan artis atau publik figur.
"Kami berharap lembaga penyiaran lebih mengedepankan atau mengorientasikan unsur edukasi dari informasi yang disampaikan agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani yang bersangkutan tidak dipersepsikan masyarakat sebagai risiko biasa,” sambung Mulyo.