Djawanews.com – Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Gunungkidul, Rujimanto, menanggapi adanya kebijakan baru terkait penangkapan kepiting, rajungan dan lobster.
Seperti yang diketahui, Kementerian Perikanan dan Kelautan akhirnya memperbolehkan adanya penangkapan benur untuk dijual dan diekspor. Gara-gara kebijakan ini aktivitas penangkapan penangkapan bibit lobster atau benur mulai marak, termasuk di perairan Gunungkidul.
Rujimanto mengatakan, penangkapan benur saat ini marak terjadi di Pantai Gesing, Kalurahan Girikarto, Kapanewon Panggang. Sayangnya, penangkapan justru dilakukan oleh nelayan dari luar daerah.
“Ada informasi mengenai penangkapan di Pantai Gesing, ada yang melihat ada dua kapal yang menangkap benur,” jelas Rujimanto, Senin (13/07/2020).
Rujimanto juga menjelaskan bahwa penangkapan lobster yang dilakukan nelayan luar daerah dilakukan pada malam hari. Mereka menggunakan lampu yang ditenggelamkan, kemudian dipasang jaring khsus, salah satunya dibuat dengan bahan kain goni.
Meski kebijakan ini telah santer terdengar, Rujimanto mengatakan bahwa nelayan di Gunungkidul belum melakukan penangkapan benur. Berbeda dengan nelayan lain dari Pacitan misalnya, yang mulai gencar berburu benur sejak akhir tahun lalu.
Rujimanto itu sendiri menolak adanya kebijakan penangkapan benur di Gunungkidul maupun DIY. Alasannya, ia ingin menjaga jumlah populasi lobster di perairan Selatan tetap terjaga dengan baik.
Ketua Himpunan Nelayan itu juga beralasan bahwa saat ini belum ada lokasi budidaya di Yogyakarta. Padahal peraturan menteri terbaru mengatakan pengusaha boleh mengekspor benur namun diwajibkan pula melakukan budidaya.