Djawanews.com – Kementerian Agama (Kemenag) Ri memprioritaskan peserta haji lanjut usia (lansia) dengan risiko tinggi untuk pulang lebih dahulu atau "tanazul" ke Tanah Air.
"Kita perintahkan kepada seluruh staf untuk memprioritaskan jemaah risiko tinggi (risti) lansia bisa dipulangkan terlebih dulu atau tanazul karena saya kira ini juga baik untuk kesehatan jamaah haji lansia dan risti ini," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, menjelang kepulangannya ke Tanah Air, dilansir ANTARA.
Menurut Gus Men, panggilan akrab Menag, jemaah haji lansia dengan risiko tinggi tidak perlu berlama-lama di Arab Saudi.
"Jadi jemaah lansia risti tidak perlu menunggu lebih lama di sini karena kita tahu cuacanya sangat ekstrem, berbeda dengan situasi di Indonesia," katanya.
Menag menjelaskan untuk mekanisme kepulangannya yakni dengan mengisi bangku-bangku yang kosong di pesawat.
"Teknisnya sama ketika berangkat ya. Kepulangan kan pasti ada yang kosong. Kursi-kursi kosong itu yang nanti akan kita isi dengan jamaah lansia dan risti sesuai dengan embarkasinya masing-masing," katanya.
Bagi jemaah haji lansia yang dipulangkan lebih awal, kata dia, tidak perlu khawatir karena di pesawat ada petugas yang akan menjadi pendampingnya.
"Di pesawat ada petugasnya dari kesehatan, PPIH juga ada PPHD juga ada. Jadi saya kira tak perlu khawatir keluarga di rumah. Tak perlu khawatir doakan saja supaya jamaah yang nanti akan kita bawa pulang terlebih dulu sehat dan selamat di Tanah Air," katanya.
Menag juga mengapresiasi seluruh jemaah haji Indonesia yang relatif tertib dan mengikuti aturan yang dibuat baik oleh Pemerintah Saudi maupun Indonesia selama pelaksanaan ibadah haji.
Disinggung soal perlunya pendamping untuk lansia saat di hotel, Gus Yaqut menyadari layanan lansia yang mungkin kurang atau tidak ada pendampingnya di kamar masing-masing.
"Kami sudah perhitungkan itu dan kami minta semua petugas standby ketika dibutuhkan," katanya.
Pada penyelenggaraan haji tahun ini jumlah jemaah haji Indonesia mendapat kuota normal yakni 221.000 orang dan 67.000 di antaranya lanjut usia dan mereka tidak disertai pendamping.
"Memang secara teknis ini tidak mudah tapi akan lebih sulit lagi jika kemudian kuota pendamping kita berikan. Nah ini akan merusak dan mengganggu banyak hal ya baik sistem antreannya kemudian ada ruang-ruang yang mungkin justru akan merugikan jamaah lain, kalau pendamping kita masukkan, antreannya jamaah yang harus berangkat dia bergeser karena diambil kuotanya oleh pendamping ini," katanya.
Menag mengaku tidak ingin hal itu terjadi. Untuk itu, pihaknya memutuskan meniadakan pendamping bagi jemaah haji lansia.
"Kita inginnya jemaah ini bisa berangkat beribadah dengan cara yang berkeadilan. Adil dalam terjemahan kami ya seperti itu," katanya.
Dirinya telah ketemu dengan Menteri Arab Saudi dan menyampaikan kuota petugas yang diberikan kepada Indonesia tahun ini masih jauh dari ideal.
"Karena kita hitung jumlah (petugas haji, red) probabilitanya satu banding 50 satu petugas dibanding 50 jemaah tentu sulit. Padahal kita tahu petugas tersebar di mana-mana ada yang di bandara ada di Mekkah, dan Madinah jadi tentu load petugas itu sangat berat," katanya.
Karena itu, kata Menag, akan dirundingkan agar ke depan petugas diberikan tidak berdasarkan proporsi tapi berdasarkan pada kebutuhan misal kebutuhan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) beda dengan kebutuhan di luar Armuzna.
"Nanti ke depan kita akan ikhtiarkan dan bicarakan dengan Pemerintah Saudi bagaimana petugas di Armuzna hanya bertugas di saat itu saja, setelah itu bisa kembali ke Tanah Air. Jadi kita sudah diskusikan di meeting tadi beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan tahun depan agar pelayanan jamaah lebih baik," ujar Yaqut Cholil Qoumas.