Djawanews.com – Katib Aam NU KH Yahya Cholil Staquf atau akrab dipanggil Gus Yahya akhir bicara soal anggapan bahwa dirinya ingin maju menjadi Ketua Umum PBNU agar bisa menjadi calon presiden pada 2024.
Gus Yahya membantah anggapan tersebut, bahkan ia mengatakan akan menerapkan kebijakan agar Ketua Umum PBNU ke depan tidak ikut terlibat dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden.
"Nahdlatul Ulama harus kembali sebagai penyangga sistem. Bahaya politik identitas ini sulit dicegah karena para politisi instan pasti akan selalu mencari sumber daya instan untuk mendapatkan dukungan. Cara paling instan yang mudah didapat adalah dengan memainkan identitas, terutama agama. Ini bahaya," papar Gus Yahya, Kamis, 15 Oktober, mengutip detik.com.
Menurut Gus Yahya, Nahdlatul Ulama memiliki potensi besar dan sudah puluhan tahun berpengalaman sebagai penyangga keutuhan NKRI. Ke depan NU harus memainkan lagi fungsi ini. Syaratnya, kata Gus Yahya, NU tidak boleh ikut campur dalam sengketa politik.
"Tanpa itu, NU tak akan bisa lagi menengahi. Karena itu saya tidak ingin ada pola capres atau cawapres dari PBNU, supaya NU tidak menjadi pihak bila terjadi persoalan," kata Gus Yahya.
Gus Yahya dengan tegas mengatakan tidak punya keinginan menjadi presiden. Kalaupun harus maju jadi calon presiden, ia merasa tak perlu menjadi pengurus apalagi ketua umum PBNU. Sebab dirinya tahu bagaimana cara mengkapitalisasi manuver untuk mendapatkan perhatian publik.
"Saya dulu itu mau nyalon jadi anggota DPR saja gak boleh sama Gus Dur, apalagi jadi Presiden ha-ha-ha," seloroh putra sulung KH Cholil Bisri itu.
Gus Yahya hanya berharap bisa masuk dalam janjinya Hadratussyeh KH. Hasyim Asy'ari, bahwa barang siapa mau ikut merawat NU dia kuanggap santriku, dan barang siapa menjadi santriku aku mendoakannya beserta seluruh keluarga dan keturunannya husnul khotimah.