Djawanews.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjelaskan bahwa harga minyak mentah dunia yang turun hanya akan berdampak pada harga Pertamax. Namun untuk harga BBM bersubsidi seperti Solar dan Pertalite tidak mengikuti mekanisme pasar.
Sebelumnya, penyesuaian terhadap mekanisme harga minyak mentah dunia menjadi alasan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kalau nanti harga minyak dunia turun, Pertamax akan harga pasar, jadi bisa saja turun, tapi apakah Solar dan Pertalite itu nanti harga pasar, tidak bisa karena itu subsidi," ucap Erick dikutip dari keterangan tertulis, Kamis 8 September.
Erick menjelaskan, penyesuaian harga Pertamax dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter merupakan upaya pemerintah dalam mengalihkan subsidi agar lebih tepat sasaran. Sebab, meski berstatus BBM nonsubsidi, Pertamina tetap memberikan subsidi untuk Pertamax.
Lagipula, harga Pertamax sejatinya masih berada di bawah harga keekonomian maupun harga yang ditawarkan kompetitor.
"Karena yang selalu diingatkan, yang kita, pemerintah lakukan hari ini bukan kenaikan harga, tapi pengurangan subsidi," kata Erick.
Erick menambahkan, tak elok jika perbandingan harga BBM antarnegara tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja. Sebab, status sebagai negara produsen BBM tentu akan berbeda dengan negara yang hanya mengimpor BBM dalam penentuan harga jual kepada masyarakat.
Adapun Indonesia sejak sembilan tahun lalu sudah bukan lagi menjadi anggota negara pengekspor minyak atau OPEC. Alhasil, Indonesia masuk dalam kategori dengan yang mengimpor BBM sejak 2003.
"Nah ini kadang-kadang persepsi dari masyarakat dibanding-bandingkan, kenapa negara ini lebih murah, karena masih menghasilkan, mayoritas gitu, kalau kita sudah impor," sambung dia.
Sementara Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta pemerintah segera membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi karena harga minyak dunia turun hingga 80 dolar AS per barel.
Angka ini, kata Mulyanto, jauh di bawah besaran asumsi makro harga ICP yang ditetapkan dalam APBN Perubahan tahun 2022 yaitu sebesar 100 dolar AS per barel.
"Dengan penurunan harga minyak dunia ini maka alasan Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jadi tidak relevan dan sulit dinalar logika masyarakat," kata Mulyanto.
Menurutnya, tidak pantas Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ketika patokan harga pokok produksi (HPP) terus turun.
"Logika kenaikan harga BBM bersubsidi karena melambungnya harga minyak dunia, makin tidak mendapat pembenaran," ujarnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan, sejak Juni 2022 sampai hari ini, data harga minyak dunia di oilprice.com terus merosot mendekati angka 80 dolar AS per barel. Itu sebabnya Amerika, Malaysia dan beberapa negara lain kabarnya menurunkan harga BBM-nya.
Bahkan di Indonesia sendiri, menyusul Pertamina, Shell dan VIVO, kemarin BP menurunkan harga jual BBM-nya.
"Jadi aneh kalau BBM bersubsidi kita malah naik, di tengah penurunan harga-harga BBM. Logikanya kurang masuk," tegasnya.