Djawanews.com – Belakangan ini masyarakat yang bermukin di selatan garis khatulistiwa seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan sebagian Sumatera pasti merasa lebih dingin ketimbang hari-hari biasanya.
Beberapa orang mengaitkan hal tersebut dengan kondisi bumi yang sedang berada di titik terjauh dari matahari alias sedang berada di titik Aphelion. Benarkah begitu?
Peneliti dari Pusat Sains Antartika Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), Andi Pangerang, menuturkan, Aphelion tidak berpengaruh terhadap kondisi cuaca di seluruh dunia.
Andi menjelaskan hal yang mempengaruhi cuaca bumi, khususnya di wilayah selatan khatulistiwa adalah pola angin.
Pada bulan Juli hingga Agustus, posisi rotasi sumbu yang menghadap ke matahari di belahan utara menyebabkan suhu di belahan utara bumi lebih panas ketimbang di selatan.
“Hal ini membuat angkin bertiup dari belahan bumi selatan ke utara, yang disebut sebagai angin muson tenggara,” ujar Andi melansir Kompas, Senin (6/7/2020).
“Jadi dampak signifikan dari Aphelion tidak ada. Cuaca yang belakangan lebih dingin disebabkan oleh angin muson tenggara yang bertiup dari Australia ke Asia,” tambah Andi.
Dia menjabarkan, pengaruh pola angin ini menyebabkan cuaca dingin di bagian selatan khatulistiwa, terutama di Jawa, Bali, NTT, NTB dan sebagian Sumatera di bagian selatan.
“Namun, untuk Indonesia di bagian utara (khatulistiwa), justru mengalami panas. Karena memang tidak mengikuti bumi belahan utara yang suhunya lebih pasa ketimbang selatan,” terang Andi.
Andi menyebut, perubahan suhu ini sebenarnya tidak hanya terjadi pada malam atau dinihari. Tetapi sepanjang hari dan diperkirakan akan berlangsung hingga Agustus mendatang.