Djawanews.com – Peraturan Walikota (Perwal) Kota Yogyakarta dinilai tidak pro rakyat. Hal tersebut menyusul naskah akademik Komisi B DPRD Kota Yogya yang ditolak Biro Hukum DIY.
Sebelumnya, Komisi B DPRD Kota Yogya mengajukan perda terkait toko modern berjejaring, namun Biro Hukum DIY menyatakan jika sudah diatur dalam perwal. Anggota Fraksi Gerindra DPRD Kota, R Krisma Eka Putra SE menjelaskan jika Perwal 56/2018 tidak mengatur batasan dengan toko-toko lainnya.
“Padahal toko kelontong tradisional ini lah yang paling terkena dampak atas menjamurnya toko modern berjejaring,” ungkap Krisma, (8/9).
Krisna yang merupakan anggota Komisi B DPRD Kota Yogya tersebut menerangkan jika satu-satunya pembatasan jarak yang diatur hanya dengan pasar rakyat, yaitu 400 meter.
Namun Akan tetapi, Krisma menyayangkan radius batasan jarak belum sepenuhnya melindungi pasar rakyat. Dirinya menegaskan jika di dalam perwal sama sekali tidak diatur jarak minimarket dengan toko kelontong atau warung tradisional milik rakyat.
“Seharusnya diatur jarak antar sesama toko modern, kemudian jaraknya dengan pasar rakyat, serta jaraknya dengan toko kelontong,” tegasnya.
Meskipun demikia, Krisma sadar jika sebagai kota wisata, Yogyakarta memang diperlukan toko modern berjejaring. Namun dirinya menyatakan jika rakyat harus bertarung bebas dengan pemodal besar maka akan menimbulkan persoalan.
Selain peraturan walikota tentang usaha minimarket yang kontroversial, simak berita menarik dari berbagai daerah lainnya di Nusantara hanya di Warta Harian Nasional Djawanews.