Djawanews.com – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) telah membubarkan 22 kampanye calon legislatif (caleg) selama sebulan masa kampanye Pemilu 2024.
Ketua Bawaslu Kota Mataram Muhammad Yusril mengatakan kampanye dibubarkan karena tidak mengantongi surat tanda terima pemberitahuan (STTP) dari aparat kepolisian.
"Selama masa kampanye Pemilu 2024, kami sudah membubarkan 22 kegiatan kampanye Caleg karena tidak punya STTP," kata Yusril di Mataram, disitat Antara.
Dia menjelaskan, sejak masa kampanye dari 28 November 2023 sampai 28 Desember 2023, sebanyak 219 STTP yang dikeluarkan aparat kepolisian dan jumlah STTP ini disebut kurang dari kampanye yang berjalan di lapangan yaitu sebanyak 241 kampanye.
Dari 22 kampanye yang dilakukan peserta pemilu yang tidak memiliki STTP dibubarkan oleh pengawas di tingkat kecamatan maupun kelurahan dan paling banyak kampanye yang dibubarkan di Kecamatan Cakranegara.
Yusril merinci sebanyak 22 kampanye yang dibubarkan itu meliputi, Cakranegara ada tujuh kampanye yang dibubarkan, Ampenan empat kampanye, Mataram tiga kegiatan kampanye, Sandubaya ada tiga, Selaparang empat dan Sekarbela ada satu kegiatan kampanye.
"Dengan demikian, total menjadi 22 kegiatan kampanye yang kita bubarkan dalam satu bulan ini," sebutnya.
Menurutnya, kampanye yang dibubarkan tidak hanya dari kalangan petahana (incumbent), melainkan juga dari peserta pemilu yang baru pertama kali mencalonkan diri.
Pelaksanaan kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu di Kota Mataram sampai saat ini belum 50 persen.
"Sekarang ini, bisa kita katakan masih pemanasan, tapi di Januari kegiatan kampanye akan lebih banyak lagi," katanya.
Kampanye ini tambah Yusril merupakan hak peserta pemilu, namun harus ada administrasi yang harus diselesaikan sebelum melakukan kampanye di tengah masyarakat.
"Tapi perlu diingat ada administrasi yang menjadi kewajiban peserta pemilu untuk mendapatkan haknya," katanya.
Sementara hasil komunikasi dengan caleg, salah satu alasan mereka tidak mengurus STTP yaitu karena merasa kesulitan.
"Namun setelah dilakukan diskusi Bawaslu dengan aparat kepolisian, proses administrasi yang harus diurus disederhanakan dan yang penting ada izin dari pemilik tempat dan itu selesai," tandasnya.