Djawanews.com – Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan menilai penurunan sepihak iklan videotron yang dibuat oleh para pendukungnya bisa menjadi bukti pelanggaran pemilu. Karena itu, Anies menyarankan tindakan penurunan iklan kampanye tersebut dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kalau itu kan ada aturannya, jadi lapor ke Bawaslu aja. Aturannya nggak boleh saling mengganggu, kan? Selama ada pelanggaran namanya," kata Anies di Makassar, Rabu, 17 Januari.
Menurut Anies, tindakan penghentian iklan secara sepihak dengan pelaku yang masih misterius ini mencederai asas demokrasi di Indonesia karena tak menghormati kebebasan berekspresi orang lain
"Ketika ada yang pasang videotron untuk pasangan nomor 1, ya dihormati. Itu kan bagian dari demokrasi, justru ujian komitmen demokrasi salah satunya pada kesiapan menghormati yang berbeda. Kalau tidak siap menghormati yang berbeda, maka dia tidak siap berdemokrasi," urainya.
Sebelumnya, sempat beredar video yang memperlihatkan videotron di depan Grand Hotel Metropolitan Bekasi dan depan Graha Mandiri, Jakarta. Iklan reklame modern tersebut diinisiasi khusus oleh relawan Anies yakni Anies Bubble (@aniesbubble) yang berkolaborasi dengan Olppaemi Project (@olpproject).
Video yang diiklankan dari hasil donasi itu memperlihatkan video Anies Baswedan yang diedit ala oppa-oppa Korea Selatan. Namun, tak sampai sehari berselang, iklan tersebut tiba-tiba dihentikan.
Olppaemi project melalui akun X-nya tidak menjelaskan alasan mengapa iklan itu di-takedown. Dia menyebut kondisi itu di luar kendali. Olppaemi project menyebut seharusnya iklan tersebut tayang selama satu minggu mulai dari 15 Januari-21 Januari 2024.
Menanggapi hal ini, Dewan pakar Timnas AMIN Fahrus Zaman Fadhly menilai iklan videotron Anies Bubble yang di-takedown di Bekasi dan Jakarta menjadi bukti indeks demokrasi di Indonesia era Jokowi yang semakin turun.
"Videotron yang di-take down saya melihat ini akan menyempurnakan bahwa pemerintahan yang berlangsung selama ini itu anti demokrasi, dan akan semakin membuat indeks demokrasi kita makin rendah jatuh ke titik nadir,” kata Fahrus, Selasa, 16 Januari.
Jubir Timnas AMIN Indra Charismiadji menerangkan kejadian itu diduga sarat akan kepentingan politik. "Berhubungan dengan politik, kalau nggak kenapa tiba-tiba di-take down, apa alasannya, orang bayar kok, kecuali nggak bayar di-take down," sambung Indra.