Djawanews.com – Richard Eliezer dijatuhi vonis hukuman 1,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (15/2) lalu. Richard Eliezer mengungkapkan keinginannya untuk kembali menjadi anggota Brimob usai menjalani masa hukuman. Hal tersebut disampaikan oleh tim kuasa hukum Richard, Komarudin Simanjuntak.
Di sisi lain, Mabes Polri memastikan akan secepatnya menggelar sidang etik terhadap mantan ajudan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu.
Sidang etik ini pula yang membuat Ferdy Sambo akhirnya dipecat secara tidak hormat dari Polri.
Setidaknya ada 6 alasan yang membuat keinginan Eliezer itu harus dikubur dalam-dalam.
Itu sebagaimana disampaikan pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto dilansir pojoksatu.id dari Antara.
Berikut ini 6 alasan Richard Eliezer tak bisa kembali jadi anggota Brimob:
- Status terpidana
Bambang menyatakan, anggota Polri yang telah divonis pidana sekaligus menutup kemungkinan kembali jadi anggota Polri.
Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.
“Peluang kembali menjadi anggota Polri maupun PNS Polri untuk seorang anggota yang sudah divonis pidana sudah tertutup,” kata Bambang, Kamis (16/2/2023).
- Tegak pada aturan
Diakui Bambang, penembakan Brigadir Joshua yang dilakukan Eliezer adalah perintah dari atasannya kala itu, yakni Ferdy Sambo.
Akan tetapi, anggota Polri wajib meletakkan kepatuhan pada aturan yang berlaku, bukan pada perintah atasan.
- Bukan perang
Hal lain yang diungkap Bambang Rukminto adalah, bahwa saat peristiwa itu terjadi, tidak dalam keadaan perang.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk tidak tegak lurus pada aturan meski atasan memberikan perintah sekalipun.
“Dalam kondisi bukan perang, atau di medan operasi keamanan agar tegak lurus pada aturan bukan pada perintah atasan,” tegasnya.
“Ini harus menjadi pelajaran semua personel Polri,” sambungnya.
- Tidak professional
Bambang menjelaskan, dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Joshua, Bharada Eliezer memang merupakan justice collaborator (JC).
Tapi dalam sidang etik, pilihan Bharada Richard Eliezer patuh kepada atasannya menjalankan perintah menembak rekannya sendiri adalah bentuk ketidakprofesionalan.
Fakta ini, harus dikesampingkan, karena bukan dalam situasi perang atau operasi keamanan.
Artinya, saat kondisi normal menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan tidak bisa dibenarkan pada anggota Brimob sekalipun.
“Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional,” jelasnya.
- Preseden buruk
Bambang meyakini, Bharada Eliezer besar kemungkinan akan dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) oleh komisi etik Polri.
Sebab jika tidak, maka hal itu bisa menjadi preseden buruk ke depannya bagi institusi Polri.
Dimana seorang anggota Polri melakukan tindak pidana bisa diterima (dimaafkan) karena menerima perintah dari atasannya.
- Bertentangan dengan PP
Menurut Bambang, Richard Eleizer berpotensi terkena sanksi PTDH meskipun vonis yang diterimanya kurang dari dua tahun.
Alasannya, aturan tentang masa tahanan kurang atau lebih dari lima tahun hanya ada dalam peraturan kapolri (Perkap).
Sementara dalam tata perundangan, peraturan pemerintah (PP) lebih tinggi dari perkap.
“Kalau perkap bertentangan dengan PP, otomatis pasal dalam perkap itu gugur dengan sendirinya,” terang Bambang Rukminto.
Itulah informasi 6 alasan yang membuat keinginan Richard Eliezer kembali jadi anggota Brimob tertutup.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.