Djawanews.com - Buat yang masih suka nyebar konten tanpa verifikasi dulu, dengarkan ucapan Ismail Fahmi. Direktur Media Kernels Indonesia Drone Emprit ini bilang informasi hoax itu ‘diternak’ dan terorganisir.
Ismail Fahmi mengakui penyebaran informasi hoax memang sulit dilacak sumbernya karena isinya berasal dari gabungan konten dari akun-akun media yang berbeda. Dijelaskannya, bahwa cara ini bernama context collapse.
"Video-video yang gak nyambung, tapi ketika disambungin membentuk sebuah cerita. Teori konspirasi kebanyakan seperti itu, dan itu dipotong-potong saja," kata Ismail Fahmi dalam Pengajian Pimpinan Muhammadiyah-’Aisyiyah se-DIY, 7 Agustus 2021.
Ciri informasi hoax ialah informasinya lebih menyasar perasaan ataupun psikologi khalayak dan mematikan logika mereka. Di sisi lain, fenomena persebaran informasi hoax diperparah oleh pengguna media sosial yang berasal dari generasi ‘kolonial’ yang gemar berbagi informasi tanpa filtrasi.
Ismail Fahmi menyebut, para orang tua yang terpapar hoax ini menurutnya tidak begitu mengherankan. Sebab, berkaca dari Inggris Raya yang dikenal masyarakatnya sudah modern, maju, dan daya literasinya tinggi juga masih bisa terpapar informasi hoax.
Parahnya lagi di balik publik yang banyak dirugikan oleh informasi hoax, ada pabrikasi informasi hoax yang tertawa dan menikmati pundi-pundi ekonomi yang tidak sedikit hasil pekerjaan mereka.
"Bersih-bersihnya ia bisa mendapat Rp10 sampai Rp15 juta sebulan dari membuat berita hoax, kemudian ada orang datang ke situs dia, ada iklannya, kemudian menyebar ke sana- ke mari,” ucap Ismail Fahmi.
Merujuk kepada saran yang diberikan World Health Organization (WHO), solusi untuk memerangi isu menyesatkan seputar Covid-19 ialah membombardir media sosial dengan fakta dan sains yang disajikan dengan tampilan yang menarik.