Djawanews.com – Jika di Indonsia aplikasi TikTok digunakan untuk sosialisasi Pancasila, di Amerika Serikat justru dikencam oleh anggota parlemen. Aplikasi tersebut dituduh membocorkan data penggunanya kepada pemerintah China. Untuk menepis tuduhan tersebut, aplikasi berbasis video itu kemudian meluncurkan pusat moderasi konten untuk menikatkan transparansi.
Dikutip Djawanews dari Reuter, Transparency Center rencananya akan dibuka di kantor TikTok Los Angeles dengan diawasi oleh ahli dalam operasinya. Di tempat itu nanti akan memberikan instruksi internal serta memberikan informasi mengenai privasi dan keamanan.
TikTok Membantah Tuduhan Amerika Serikat
Di Amerika, beberapa agen yang menangani keamanan dan intelejen nasional memang telah melarang karyawan mereka menggunakan TikTok. Angkatan Laut AS juga melakukan hal yang sama, dengan melarang penggunaan aplikasi ini sejak Desember lalu. Mereka menyebut TikTok sebagai ancaman keamanan dunia maya.
Senator dari partai Republik Josh Hawley memang telah menyerukan larangan TikTok pekan lalu. Ia mewakili anggota parlemen yang merasa prihatinan karena aplikasi tersebut dianggap melakukan pengumpulan data pengguna AS dan membaginya kepada pemerintah Cina.
TikTok sendiri telah membantah tuduhan tersebut. Mereka mengatakan bahwa data para pengguna dari AS disimpan di Amerika Serikat. Cina disebut tidak memiliki yurisdiksi atas konten yang bukan berasal dari China.
Di luar tuduhan tersebut, TikTok memang dimiliki oleh perusahaan teknologi Cina ByteDance. Aplikasi itu memungkinkan penggunanya untuk membuat dan berbagi video pendek dengan efek khusus. Aplikasi ini jadi salah satu platform video terpopuler di Asia Tenggara, termasuk India.