Djawanews.com – Berbagai penelitian terus dilakukan untuk mencari antivirus bagi Covid-19. Indonesia pun melakukan hal yang sama, melakukan pengujian klinis terhadap kemungkinan penyembuhan bagi virus Corona jenis baru itu. Salah satu upayanya yakni dengan memborong Avigan dan Chloroquine yang dilakukan belum lama. Kedua obat tersebut diyakini ampuh menyembuhkan pasien Covid-19 meski Indonesia belum melakukan uji klinis pada kedua obat tersebut.
Langkah pemerintah memborong jutaan butir kedua obat tersebut dianggap terlalu terburu-buru. Pasalnya, kedua jenis obat itu masih perlu diuji secara klinis untuk mengetahui apakah obat itu mampu mendatangkan efek kesembuhan pada pasien postif Corona.
Uji Klinis Chloroquine Pemerintah Brazil
Brazil sebagai negara yang tak luput dari Covid-19 dikabarkan baru saja melakukan uji klinis terhadap Chloroquine. Hasilnya, mereka menghentikan penggunaan Chloroquine pada pasien Covid-19 karena beberapa pasien justru mengalami komplikasi jantung yang fatal.
Dalam pengujian yang didanai oleh negara bagian Amazonas, peneliti memberikan chloroquine kepada 81 pasien Covid-19. Setengah dari pasien diberi chloroquine dengan dosis 50 mg sebanyak dua kali sehari selama lima hari. Peserta lain diberi dosis cukup tinggi, 600 miligram setiap hari selama 10 hari.
Setelah tiga hari berjalan, beberapa pasien dengan dosisi tinggi mengalami ketidakteraturan detak jantung atau aritmia. Pada hari keenam 11 pasien meninggal dalam status tak jelas apakah akbibat virus corona atau komplikasi yang terkait dengan chloroquine.
“Kami menaikkan bendera merah pada studi kami untuk menghentikan penggunaan dosis [tinggi] seperti itu … di seluruh dunia untuk menghindari kematian yang tidak perlu,” tulis para peneliti dalam makalah mereka, yang diposting 11 April ke pra-cetak basis data medRxiv yang dikutip Djawanews dari Live Science.
Dalam laporan Newsweek, sebuah rumah sakit di Prancis juga dilaporkan menghentikan pengobatan hydroxychloroquine untuk satu pasein Covid-19 setelah mereka mengalami gejala yang sama.
David Juurlink, Kepala Divisi Farmakologi Klinis di University of Toronto, Kanada, mengatakan kepada New York Times bahwa penelitian di Brazil membawa satu informasi yang berharga. Bahwa “Chloroquine menyebabkan peningkatan abnormalitas pada EKG (elektrokardiografi), tergantung pada dosis yang dapat mempengaruhi orang untuk kematian jantung mendadak.”
Jika Indonesia tak melakukan uji klinis Chloroquine atau terhadap semua obat-obatan lain yang dianggap mampu menyembuhkan Covid-19, pasien tetap akan menanggung risiko kematian. Pengujian tentu membutuhkan keterlibatan pemerintah secara langsung dalam menjalankan proses uji klinisnya.