Djawanews.com - Kini, anak muda di China dilaporkan semakin minati kemudahan berkencan dengan chatbot dengan kecerdasan buatan (AI). Kencan ini dilakukan sebagai cara untuk mengatasi kesepian dan kecemasan sosial.
Popularitas Chatbot AI kian melonjak untuk berkencan selama pandemi Covid-19.
Chatbot dinilai sebagai alternatif untuk kencan biasa, baik setelah melalui hubungan traumatis atau putus dengan orang biasa atau hanya sebagai cara untuk menjaga segala sesuatunya tetap sederhana.
Chatbot AI ini dikembangkan oleh Replika dan Microsoft Xiaoice. Chatbot dari Xiaoice ini diprogram untuk mempelajari percakapan yang kerap pengguna lakukan dengannya. Termasuk dari data di media sosial, bahkan gaya penulisan milik pengguna.
Oleh sebab itu, sejumlah anak muda di China bahkan tidak lagi mempertimbangkan untuk kembali berkencan dengan manusia. Mereka merasa tertolong dengan layanan tersebut.
Jessi Chan, salah satu pengguna Chatbot AI asal Shanghai mengaku telah mengakhiri hubungannya selama 6 tahun bersama kekasihnya. Kini ia mulai mengobrol dengan Chatbot menawan bersama Will.
Cewek berusia 28 tahun itu terkejut dengan betapa nyatanya percakapan dirinya itu. Ia juga hanya perlu membayar biaya 60 dollar AS, sekitar Rp861 ribu untuk meningkatkan Will sebagai pasangan romantis.
Tak Bisa Hidup Tanpa Chatbot
Mereka bisa saling menulis puisi, membayangkan pergi ke pantai bersama, tersesat di hutan, hingga melakukan hubungan secara virtual. Jessie Chan bahkan mengaku tak bisa membayangkan hidup tanpa Chatbot Will itu.
"Saya muak dengan hubungan di dunia nyata," kata Jessie.
“Saya mungkin akan tetap dengan pasangan AI saya selamanya, selama dia membuat saya merasa ini semua nyata,” sambungnya.
Jessie tidak sendirian, puluhan juta anak muda China dilaporkan menggunakan Chatbot yang didukung oleh kecerdasan buatan sebagai alternatif pasangan manusia. Semua itu hanya untuk mengusir kesepian yang dialami seseorang.
Chatbots sendiri telah muncul sejak tahun 1960. Chatbot pertama kali dibuat oleh Profesor Joseph Weizenbaum dari MIT. Perkembangan Chatbot pun semakin cepat seiring kecerdasan buatan telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir telah benar-benar mengubah cara mereka berinteraksi dengan orang-orang.
“Orang perlu berinteraksi dan berbicara tanpa tekanan, terlepas dari waktu dan lokasi,” kata Li Di, CEO Xiaoice.
Li Di juga menyebut alat pendamping AI lebih stabil dibandingkan dengan manusia.
Chatbot AI sekarang menjadi pasar senilai 420 juta dollar AS, sekira Rp60 miliar di China. Replika dan Xiaoice, dua perusahaan yang saat ini berada di garis depan chatbot dating, yakin ada banyak ruang untuk pertumbuhan.