Djawanews – Foto kue klepon beserta tulisan provokatif “Klepon Tidak Islami”, telah menjadi perdebatan yang melelahkan. Terakhir adalah mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring, yang serius menyatakan jika isu tersebut dibikin oleh PKI. Eh sebentar, nanti kita baca sejarah lagi.
Tifatul Sembiring Tuding PKI Dalang “Klepon Islami”, Emang Komunis Masih Ada?
“Dilihat modusnya, is ‘Kelepon Islami’ itu persis cara propaganda pki memojokkan Islam & Ulama dari zaman baheula. Seolah konten dibuat kalangan Islam, padahal pihak komunis yang memproduksinya. Agar bisa mengolok, membully Islam & Ulama. Gampang dibaca. Setuju Lur,” tulis Lord Tifatul di akun Twitter @tifsembiring.
Tentu cuitan super kreatif dari Lord Tifatul tersebut mendapat beragam tanggapan lucu dari warganet, salah satunya adalah @sastropwr, “Ente ngomong klepan klepon kek gitu tapi masih jualan komunis, sama aja lu ngaku alim tapi suka buka situs bokep,” cuitnya.
Yang menarik adalah ketika Lord Tifatul dalam beberapa cuitannya (yang kemudian dihapus) adalah membahas tentang PKI yang membatai ulama dan santri yang kemudian disamakan dengan “isu klepon”.
Perlu untuk diketahui isi PKI dan Komunis memang masih panas hingga sekarang ini. Namun sedikit yang tahu jika hal tersebut adalah noda bangsa yang memang harus dicari kebenarannya. Menangapi cuitan dari Lord Tifatul tersebut, mari kita bahas tetang partai berlambang “palu arit” tersebut dan eksistensinya di Indonesia.
PKI Menjadi Hantu di Era Milenial
Senenarnya, jauh sebelum PKI ada Henk Sneevliet di tahun 1914 lebih dahulu memperkenalkan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang dibentuk oleh dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP dan Partai Sosialis Belanda.
Waktu itu ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk memberikan pengetahuan bagi orang-orang Indonesia guna menentang kekuasaan kolonial. Lambat laun ISDV banyak mendapatkan simpati rakyat.
Edward Djanner Sinaga, di dalam bukunya yang berjudul Communism and the Communist Party in Indonesia menyebutkan jika ISDV selanjutnya membentuk blok dengan organisasi anti-kolonialis salah satunya Sarekat Islam (SI).
Tokoh-tokoh Sarekat Islam, seperti Semaun (yang kemudian mendirikan PKI pada tahun 1924) dan Darsono sangat tertarik dengan ide-ide Sneevliet, sehingga banyak anggota SI yang kemudian mendirikan gerakan revolusioneris.
Selama penjajahan Belanda dan sesudahnya, PKI kerap melakukan aksi di antaranya pemberontakan tahun 1926, Pemberontakan Madiun (1948), dan terakhir tahun 1965 sekaligus yang terakhir.
Singkat cerita di masa Orde Lama (sekitar tahun 50-an) PKI yang secara tidak langsung memperoleh dukungan pemerintah melalui slogan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme), sudah berselisih dengan partai islam, salah satunya adalah Masyumi.
Hingga awal 60-an PKI semakin kuat, dan dikhawatirkan banyak pihak dapat memenangkan pemilu. Kronik semakin memanas ketika muncul isu jika PKI akan melakukan kudeta, dan desakan agar para anggota PKI dipersenatai guna mendukung konfrontasi dengan Malaysia.
Puncaknya adalah pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, setelah enam jenderal Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur di daerah Lubang Buaya.
Keesokan harinya kemudian muncul istilah “Gerakan 30 September” atau G30S, dengan PKI yang dinilai paling bertanggungjawab telah melakukan kudeta. Maka setelah itu, pertumpahan darah dan pembunuhan massal pada anggota dan orang-orang yang dekat dengan PKI tidak dapat dihindarkan.
Banyak peneliti yang menyajikan daftar jumlah orang yang dibantai pada waktu itu, mulai dari ratusan ribu, hingga juataan. Namun sampai sekarang tidak ada data yang valid terkait dengan hal tersebut.
Kembali ke soal “klepon Islami” dan PKI yang dilontarakan Tifatul Sembiring akan tetap menjadi hantu di era sekarang ini, keberadaannya tetap akan selalu muncul di panggung-panggung kepentingan. Ah politik… Meski dinilai tidak islami, ternyata klepon memiliki makna filosofi yang dalam, artikelnya baca di sini.