Hingga kini, pendirian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia masih sering mendapat sorotan. PLTU sebagai salah satu cara pemenuhan pasokan energi di Indonesia masih dianggap memiliki dampak tertentu, baik terhadap ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya. Salah satu PLTU yang masih sering diperdebatkan keberadaannya adalah PLTU Bali, tepatnya di Celukan Bawang.
Dalam pendiriannya, PLTU Celukan Bawang memang telah memenuhi persyaratan dengan baik, terutama dalam masalah izin. Setelah beroprasi, justru ada perlawanan yang diberikan oleh beberapa pihak, salah satunya dari Greenpeace.
Greenpeace menilai PLTU Celukan Bawang yang ada di Bali mempengaruhi lingkungan di sekitar Celukan Bawang, terutama di kawasan lautnya. Organisasi lingkungan itu juga sempat menuntut PLTU Bali terkait izin, namun MA tak mengabulkan gugatan Greenpeace.
Pandangan Gubernur Bali terhadap PLTU Bali
I Wayan Koster selaku Gubernur aktif Bali jadi orang yang memperdebatkan keberadaan PLTU di Bali. Ia menganggap, Bali butuh sumber energi baru yang benar-benar ramah lingkungan sekaligus tak berefek buruk terhadap lingkungan.
Salah satu usaha yang dilakukan Koster untuk mewujudkan hal tersebut adalah diterbitkannya Peraturan Gubernur Bali No.45/2019 tentang Bali Energi Bersih. Dengaan adanya peratiran itu, I Wayan Koster berencana akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar gas.
Di saat yang bersamaan, orang nomor satu di Bali itu juga berpendapat bahwa saat ini Bali belum siap mengganti sumber energi dari PLTU ke PLTG. Seperti yang diketahui, selama ini Bali memperoleh pasokan listrik dari PLTU Celukan Bawang dan PLTU Jawa 7. Jika Bali langsung melakukan penghentian penyerapan listrik dari PLTU, I Wayan Koster memastikan Bali akan gelap.
“Kalau ini distop, darimana Bali dapat listrik? kata I Wayan Koster yang dikutip oleh djawanews.com dari Radar Bali, (18.12/2019).
Jika melihat ke belakang, Mantan Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga sempat mengeluarkan pendapatnya mengenai PLTU Celukan Bawang. Made Mangku Pastika sendiri merupakan Gubernur Bali yang menjabat para periode 2008 hingga 2018.
Gubernur Pastika mengatakan, salah satu alasan penerbitan izin amdal kepada PLTU Celukan Bawang adalah teknologi yang digunakan canggih, sehingga udara yang dihasilkan juga bersih. Pendapat ini ia sampaikan saat menanggapi keluarnya izin amdal PLTU Celukan Bawang tahap kedua dengan kapasitas 2×330 MW.
“Karena teknologinya teknologi yang bagus. Itu kan dulu juga (menggunakan batubara), kalau yang sekarang belum tahu persis. Yang jelas [sekarang] tidak lebih buruk dibandingkan sebelumnya, karena teknologi maju. Buktinya pabrik [pembangkit] dulu tidak ada masalah, karena kelihatannya Bali Crossing banyak menentang sedangkan kita perlu listrik,” ungkapnya usai sidang dengan DPRD Bali, Senin (29/1).
Pendapat yang dikeluarkan Gubernur Pastika terkait teknologi dan dampak lingkungan belakangan menemui titik terang. Pencemaran lingkungan di Celukan Bawang yang selama ini ditakutkan ternyata tidak terbukti. Lebih dari tiga tahun PLTU Celukan Bawang beroprasi dan lingkungan di Celukan Bawang tetap terjaga.
Pengamatan atas kondisi lingkungan di sekitar PLTU tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Buleleng, namun juga oleh Yayasan Bumi Hijau Indah (YBHI). YBHI merupakan sebuah yayasan yang bergerak di bidang lingkungan, khususnya di Celukan Bawang.
Beberapa waktu lalu, YBHI mengungkapkan hasil penelitian dan pengamatan mereka di laut Celukan Bawang, Bali. Berdasarkan penelitian mereka, ternyata di perairan sekitar PLTU Celukan Bawang justru ditemukan spesies baru yang belum terklasifikasi. Spesies tersebut berupa kuda laut hitam dan terumbu karang.
Ketua Yayasan Bumi Hijau Indah sekaligus peneliti, I Nyoman Dodik Prasetya mengungkapkan, lautan di Celukan Bawang ternyata menjadi tempat yang digemari oleh terumbu karang untuk tumbuh.
“Ada beberapa spesies baru yang belum ada di buku identifikasi secara umum. Artinya, belum ditemukan di tempat lain,” ujar Dodik seperti yang dikutip dari djawanews.com, Jumat (29/11/2019).
YBHI juga berkomitmen untuk menjaga dan mengawasi keselamatan lingkungan di sekitar PLTU Celukan Bawang. Mereka mendirikan pusat riset di sekitar PLTU Bali agar kegiatan riset, rehabilitasi, dan budidaya terumbu karang lebih mudah dilakukan, khususnya yang berlokasi di Pantai Celukan Bawang, Buleleng, Bali.