Djawanews.com – Kebijakan pembatasan sosial dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona atau Covid-19 secara tidak langsung turut menciptakan iklim yang bagus untuk e-commerce.
Pasalnya, e-commerce mampu menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat tanpa harus keluar dari rumah karena bisa dilakukan secara daring.
Akan tetapi, e-commerce yang sedang eksis di tengah pandemi covid-19 justru sedang diusik oleh isu peretasan.
Citra Website E-Commerce Selama Pandemi Covid-19
Untuk mengetahui citra e-commerce di masa pandemi Covid-19, Djawanews menggunakan Netray untuk menelusuri pemberitaan topik e-commerce selama periode 1 Maret hingga 12 Mei 2020.
Berdasarkan hasil penelusuran Netray, topik e-commerce di media pemberitaan dibahas sebanyak 4,4 ribu kali oleh 112 portal media berbeda. Puncak pemberitaan terkait e-commerce terjadi pada 4-5 Mei 2020 hingga lebih dari 120 artikel perhari.
Media memberitakan bahwa angka penjualan melalui platform e-commerce, seperti Shopee dan Lazada mengalami kenaikan di tengah pandemi.
Menurut Chief of Customer Experince Lazada Indonesia, Ferry Kusnowo, selama pandemi Covid-19 telah terjadi pergeseran permintaan produk yang dicari oleh konsumen, dari keinginan menjadi kebutuhan.
Lonjakan pembelian terjadi pada kategori kebutuhan rumah tangga hingga produk kesehatan. Tingginya permintaan untuk produk kesehatan juga terjadi di Bukalapak, Tokopedia dan Shopee.
Beberapa Isu Peretasan yang Menimpa Website E-Commerce
Kebahagiaan e-commerce di tengah pandemi Covid-19 pada periode Maret-April 2020 tiba-tiba dirusak oleh sejumlah isu peretasan yang naik pada awal Mei.
Berdasarkan pantauan Netray, isu peretasan untuk e-commerce mewarnai media sejak kasus pembobolan data pengguna Tokopedia pada 2 Mei lalu.
Sebanyak 91 juta data pengguna Tokopedia disebut bocor di dunia maya. Akan tetapi, pihak Tokopedia memastikan bahwa tidak ada upaya pencurian data pengguna. Seluruh transaksi dengan semua metode pembayaran, termasuk informasi kartu debit, kartu kredit dan OVO di Tokopedia tetap terjaga keamanannya.
Selain Tokopedia, isu peretasan juga menimpa Bukalapak pada 6 Mei 2020. CNN melaporkan adanya pembobolan 13 juta data pengguna Bukalapak yang di jual di dark web.
Namun CEO Bukalapak, Rachmat Kaimuddin mengaskan bahwa data penggunanya aman dan tidak ada peretasan atau kebocoran baru setelah tahun 2017 lalu.
Tak hanya itu, isu kebocoran data pengguna e-commerce juga menimpa Bhineka.com pada 10 Mei 2020. Kumparan menyebut, ada 1,2 juta data pengguna Bhineka yang dijual di dark web. Data tersebut dijual oleh ShinyHunters yang sebelumnya juga menjual 91 juta data pengguna Tokopedia.
Cuitan tentang Website E-Commerce di Twitter setelah Isu Peretasan
Netray menelusuri obrolan netizen di Twitter tentang e-commerce setelah ditimpa isu peretasan pada awal Mei lalu.
Dalam kurun waktu 1-12 Mei, topik e-commerce telah dibahas sebanyak 32 ribu kali oleh 23 ribu akun.
Sentimen untuk topik e-commerce secara keseluruhan didominasi oleh sentimen negatif. Puncaknya, terjadi pada tanggal 3 sampai 6 Mei 2020.
Adapun platform e-commerce yang paling banyak diperbincangkan adalah Tokopedia dan Bukalapak.
Berikut beberapa cuitan populer netizen terkait isu peretasan yang menimpa kedua e-commerce tersebut.
Demikianlah penelusuran Netray terkait topik e-commerce selama periode 1 Maret -12 Mei 2020. Kasus peretasan yang menimpa e-commerce di Indonesia beberapa hari yang lalu wajib dijadikan evaluasi, agar konsumen tak lagi takut datanya akan bocor ketika berbelanja secara online.