Djawanews.com – Dalam pelajaran sejarah Bangsa Indonesia, ada banyak nama-nama asing yang tak tercatat sejarah. Padahal mereka telah berjuang penuh untuk ikut memerdekakan Indonesia dari cengkraman penjajah. Salah satu sosok yang pantas dikenang adalah Muriel Stuart Walker, wartawan asing yang ikut berjuang saat Indonesia dijajah.
Dilansir dari berbagai sumber, Muriel Stuart Walker adalah wanita kelahiran 18 Februari 1899 di Glasgow, Skotlandia. Ia bekerja sebagai penulis di Amerika Serikat sekitar tahun 1930 hingga 1932. Perjalanannya di Indonesia dimulai saat ia menonton sebuah film yang berjudul "Bali, The Last Paradise".
Dalam bukunya yang berjudul “Revolt in Paradise: (1960), Muriel menceritakan bahwa ia menonton film tersebut secara tak terencana di sebuah bioskop kecil di Hollywood Boulevard. Dan sejak saat itu ia terpesona dengan Bali karena melihat penduduk di pulau itu cinta damai, penuh syukur, dan indah.
Muriel memutuskan untuk tinggal di Bali. Saat tiba di Bali pada 1934, ia bersumpah akan tinggal di tempat di mana mobilnya berhenti karena kehabisan bahan bakar. Dan sampailah ia di depan sebuah istana raja.
Seiring berjalannya waktu, ia diangkat sebagai anak keempat oleh Raja Bangli Anak Agung Gede, yang nama aslinya ia samarkan hingga sekarang. Ia juga memiliki nama bali, yakni K’tut Tantri.
Wartawan Asing Tantri Diburu Jepang
Saat Jepang mendarat di Indonesia, Tantri dikabarkan lari ke Surabaya sekitar tahun 1942. Di tempat ini ia mulai berkawan dengan para pejuang kemerdekaan RI. Di kota itu pula ia berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Saat itu ia tinggal di studio Radio Pemberontakan, radio yang dioperasikan para pejuang yang dipimpin Bung Tomo.
Di Radio Pemberontakan, Tantri menyuarakan kondisi perkembangan yang terjadi di Indonesia pada seluruh negara berbahasa Inggris di seluruh dunia. Ia juga membuat spanduk dan poster untuk para pejuang kemerdekaan. Aksinya tersebut membuat kalangan pers internasional memberikan julukan “Surabaya Sue” atau diartikan dengan “Penggugat dari Surabaya” kepada Tantri.
Tantri tentu membuat penjajah berang. Jepang, melalui satuan militer Kempetai, memburu Tantri karena dianggap mata-mata AS. Karena itu ia melarikan diri ke Solo. Sayangnya ia berhasil tertangkap dan dipenjara di daerah Kediri.
Meski ia bukan warga negara Indonesia, Jepang memperlakukan Tantri dengan buruk dan penjara yang disediakan sangat tak layak. Selama beberapa minggu, Jepang akhirnya menyerah meminta pengakuan penulis asing itu dan ia dibebaskan.
Setelah itu ia diberi dua pilihan, kembali ke negaranya dengan jaminan keamanan atau bergabung dengan pejuang. Ia memilih opsi kedua. Keamanannya di Indonesia beberapa kali terancam. Sempat ia diculik oleh faksi tentara Indonesia dan diminta untuk siaran di "radio gelap" mereka. Untungnya ia berhasil dibebaskan oleh pasukan Bung Tomo.
Kiprah Tantri sebagai orang asing yang berjuang untuk Indonesia masih terus belanjut. Ia pernah diminta oleh Indonesia untuk menghadiri konferensi pers yang dihadiri oleh berbagai wartawan dari media asing. Di situ ia mengisahkan semua perjuangan.
Singkat cerita, pada November 1998, pemerintah Republik Indonesia memberikan anugerah Bintang Mahaputra Nararya kepada Muriel Stuart Walker alias Ni K’tut Tantri. Penghargaan itu diberikan atas keterlibatannya dalam berbagai perjuangan, termasuk jasanya sebagai wartawan.
Sayangnya, kisah wartawan asing itu tak banyak dikatakan dalam buku sejarah di sekolah-sekolah. Banyak kisah menarik lain seputar Tantri. Untuk mendapatkan informasi menarik lain, kunjungi situs resmi Warta Harian Nasional Djawanews. Anda juga bisa mengikuti kami melalui akun media sosial Instagram @djawanewscom dan melalui aplikasi Babe. Hubungi kami untuk membagikan foto, video, artikel, dan berita lainnya.