Djawanews.com – Bung Hatta tidak hanya bersumpah tak akan menikah sebelum Indonesia merdeka, ia juga memiliki sumpah lain kepada Singapura dan ia menepati janjinya. Tak banyak yang tahu jika Sang Proklamator itu pernah bersumpah tak akan injakkan kakinya di Singapura apapun alasannya.
Semua bermula sekitar tahun 1962. Saat itu Indonesia berselisih dengan Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu, sebutan untuk Malaysia jaman dulu. Bung Karno tak suka melihat mereka mencoba mencaplok Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam yang secara geografis bersebelahan langsung dengan Kalimantan bagian Utara, wilayah Indonesia.
Pencaplokan itu dianggap sebagai imperialisme model baru dan mengancam kedaulayan Indonesia. Saat itulah jargon “Ganyang Malaysia” populer didengungkan demi membela martabat Indonesia.
Presiden RI-1 kemudian memerintahkan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Omar Dhani untuk melakukan aksi sabotase di Singapura. Ia mengajak tiga sukarelawan lain, dua di antaranya adalah Usman dan Harun. Mereka diminta untuk memantik ricuh di Singapura dengan alasan membela negara karena tindakan imperialisme Malaysia.
Dilansir dari goodnewsfromindonesia, Mantan Kepala Sub Dinas Sejarah TNI AL, Kolonel Laut Rony E. Trungan menjelaskan mengapa Indonesia memilih Singapura. Berawal dari adanya pembentukan Federasi 3S (Singapura, Sarawak, dan Sabah) pada tahun 1961. Hal itu memantik perselisihan Indonesia dan Malaysia.
Federasi juga ingin membuat negara federasi dengan menggabungkan Malaya, Sabah, dan Singapura. Rony menjelaskan tindakan itu berpotensi menciptakan neokolonialisme dan saat itu federasi berada di bawah tangan Inggris. Soekarno tentu sangat membenci neokolonialisme.
Pencetus Federasi 3S sendiri adalah Malcolm MacDonald. Ia adalah British High untuk negara jajahan Inggris di Asia Tenggara. Sebuah hotel di Singapura bahkan memiliki nama MacDonald. Oleh karenanya Usman, Harun, dan Gani melakukan pengemboman di Singapura, tepatnya di Hotel MacDonald.
Ketiganya melakukan penyamaran sebagai pedagang dan melakukan eksekusi itu pada 10 Maret 1965 dan meledakkanya sekitar pukul 15.07 waktu setempat. Apa yang diinginkan terjadi. Di luar dampak ledakan yang ditimbulkan, Singapura sangat marah atas musibah itu. Mereka segera mencari pelaku pengeboman dengan dibantu pasukan Australia.
Usman, Harun, dan Gani berpisah untuk melarikan diri dan kembali ke Pulau Sambu. Gani selamat dalam pelarian itu, namun Usman dan Harun tertahan di Singapura. Keduanya diadili di Pengadilan Tinggi Singapura pada 20 Oktober 1965. Pengadilan memberikan vonis mati kepada mereka.
Apa yang dilakukan Usman dan Harun sebenarnya tak sepenuhnya salah. Mereka meminta untuk diperlakukan sebagai tawanan perang, sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa 1949. Alasannya, pengeboman dilakukan atas perintah negara yang saat itu dalam kondisi perang.
Permintaan itu ditolak Singapura, alasanya keduanya tak mengenakan pakaian militer Indonesia. Harun sendiri bersumpah jika mereka mengenakan pakaian militer. Segala banding dan upaya pembelaan hingga diplomasi tak berhasil. Mereka tak boleh menemui keluarga sampai eksekusi dilakukan.
Perlakuan Singapura ini yang membuat Bung Hatta bersumpah tak akan menginjakkan kakinya ke negara itu sampai mati. Bahkan jika ia hanya transit pesawat atau rapat kenegaraan, ia akan menolaknya.
Kisah sumpah Bung Hatta hanya segelintir dari kisah harunya. Dapatkan kisah menarik lainnya dengan mengunjungi situs resmi Warta Harian Nasional Djawanews. Anda juga bisa mengikuti kami melalui akun media sosial Instagram @djawanewscom dan melalui aplikasi Babe. Hubungi kami untuk membagikan foto, video, artikel, dan berita lainnya.